<<<<: Baca artikel sebelumnya Baca Artikel Berikutnya: >>>>
Faktanya: Masalah kultus berbasis agama Kristen bukanlah masalah doktrinal (walaupun nampaknya di luarnya seperti itu). Walaupun Anda telah mampu membungkamkan seorang anggota kultus atas penafsirannya yang salah, tidak akan membuatnya bertobat karena semuanya adalah masalah tafsiran. Anda memiliki tafsiran, anggota kultuspun memiliki tafsirannya sendiri. Argumentasi ayat-ayat Alkitab tidak cukup effektif karena seorang anggota kultus telah dilatih dengan luar biasa untuk menjawab atau merespons setiap pertanyaan yang mungkin akan diajukan Anda. Bahkan sekalipun Anda mampu membuktikan kepalsuan grup kultus, sulit bagi Anda untuk meyakinkan anggotanya akan kepalsuan tersebut. Memahami tentang teknik mind control akan membantu Anda mengerti situasi yang dialami oleh anggota kultus dan mungkin akan menghindarkan Anda terjerat dalam dunia kultus.
Fakta Dan Mitos Tentang Kultus |
BAGIAN SEBELUMNYA yaitu Mengungkap Organisasi Allah Berkedok Agama telah dibahas kesamaan-kesamaan yang dimiliki dari antara kelompok kultus terlepas dari perbedaan doktrin dan ritual yang ada di masing-masing kelompok kultus.
Saya
ingin ingatkan bahwa janganlah Saudara berpikir bahwa anggota sebuah grup kultus
selalu melakukan tindakan yang begitu
ekstrim seperti melakukan bom bunuh diri yang dilakukan oleh para
teroris dalam peristiwa rangkaian bom di Indonesia ataupun bunuh diri massal
yang dilakukan oleh Jim Jones dan 900-an pengikutnya pada tahun 1970-an ataupun
berpakaian dan berperilaku yang aneh-aneh (meskipun ada). Faktanya tidaklah
demikian. Hal ini disebabkan karena tujuan atau movitasi dari setiap kelompok
kultus berbeda-beda.
Karena subjek tentang kultus jarang dibicarakan dan
banyak orang tidak mengetahuinya dengan jelas sehingga berkembang mitos yang
menyesatkan tentang kelompok kultus. Di bawah ini saya mencoba untuk
menjelaskan beberapa fakta dan mitos seputar dunia kultus yang saya
peroleh dari berbagai sumber.
Mitos I: Tidak
ada hal yang disebut sebagai mind control
Mitos ini berkembang karena pertama, orang tidak mengetahui apa itu kultus dan bagaimana cara
kerjanya. Saya beri contoh teknik mind control yang disebut perintah tidak langsung atau double standard yang digunakan oleh Menara Pengawal untuk memperdaya dan memanipulasi setiap anggotanya yaitu Saksi-Saksi Yehuwa di sini.
Kedua, orang memiliki pemikiran yang salah bahwa
ingatan/memori korban dihapus melalui teknik brainwash (pencucian otak) sehingga ia menjadi pribadi yang total
berbeda.
Faktanya: Di dalam artikel di blog ini, kita akan belajar
bahwa mind control tidaklah menghapus kepribadian asli diri
seseorang, melainkan menekan kepribadian aslinya sehingga yang lebih menonjol adalah kepribadian
(ideologi) pemimpin kultus (sistem kloning) yang menekan kehendak bebas
anggotanya agar sesuai dengan pola ideologi pemimpinnya.
Perhatikan tulisan Steven Hassan mengenai hal ini:
People who reject out of hand the existence of mind control usually have distorted conceptions about mind control techniques. “Nobody can erase your personality and turn you into a brainwashed zombie,” is one common belief. Yet, as we have seen, mind control does not erase a person’s authentic self but rather creates a dominant cult self that suppresses free will [*].
Mitos
II: Pengikut kultus berperilaku dramatis dan aneh,
berpakaian dan berbicara aneh pula.
Terlalu sering kita mendengar di media massa bahwa
anggota kultus berperilaku dan melakukan hal-hal aneh dan dramatis seperti
bunuh diri massal yang dilakukan oleh Jim Jones dan para anggotanya, anggota Heaven’s Gate yang memiliki nama aneh
yaitu dengan menambahkan kata –ody di belakang nama asli anggotanya seperti
Sylvie menjadi Sylvie-ody. Ataupun grup meditasi Timur yang
mempraktekkan meditasi berjam-jam sehingga membuat anggotanya tidak sadarkan
diri dan kesurupan.
Pandangan
tersebut di atas merupakan kesalahan yang fatal dalam menilai sebuah kelompok
kultus.
Faktanya: Meskipun
ada sebagian kelompok kecil melakukan hal yang aneh-aneh, tetapi sesungguhnya lebih
banyak grup kultus yang berada di tengah-tengah masyarakat; berperilaku
layaknya orang kebanyakan, memiliki anak dan keluarga. Bekerja di perusahaan
dengan prestasi baik. Terlihat sangat bersahabat, murah senyum dan ramah.
Bahkan standard kehidupan perilaku mereka di atas normal masyarakat biasanya.
Seperti; mereka tidak merokok, apalagi menggunakan narkoba. Misalnya, pengikut
Mormon; sangat menentang seks pra-nikah, aborsi, bahkan hal-hal yang kecil
seperti minum teh dan kopi pun dilarang. Demikian juga Saksi-Saksi Yehuwa
memiliki standard kehidupan perilaku yang tinggi sehingga mereka
membanggakannya. Perhatikan kutipan berikut:
”Saksi-Saksi telah memperoleh reputasi sebagai orang-orang jujur, sopan, dan rajin,” tambah Corbett dalam bukunya Religion in America. Banyak orang yang bukan Saksi-Saksi langsung mengakui bahwa tidak ada yang aneh ataupun ganjil berkenaan Saksi-Saksi Yehuwa. Tingkah laku mereka tidak bertentangan dengan apa yang diterima sebagai perilaku sosial yang normal. The New Encyclopædia Britannica dengan tepat menyatakan bahwa Saksi-Saksi ”menuntut kaidah moral yang tinggi dalam tingkah laku pribadi”. (Menara Pengawal, 15/2/1994, hlm. 6)
Tetapi
tunggu dulu. Memiliki standard moralitas dan perilaku yang tinggi bukanlah berarti pengikut kultus bukanlah anggota kultus. Memiliki hal-hal
yang demikian merupakan salah satu dari tanda-tanda mind control yang diterapkan oleh pemimpin kultus kepada
anggotanya. Pemimpin kultus meminta anggotanya menjalankan standard moralitas
dan perilaku yang tinggi untuk memanipulasi rasa
bersalah atau rasa berdosa di dalam hati anggotanya untuk menggerakkan hati dan pikiran pengikutnya menjalankan misinya. Untuk memahaminya silahkan klik Menuntut Kesucian Dan Moralitas Yang Tinggi.
Perhatikan
tulisan Jay Lifton, seorang pakar kultus berkenaan dengan salah satu tanda-tanda
mind control yaitu demand for purity.
In the thought reform milieu, as in all situations of ideological totalism, the experiential world is sharply divided into the pure and the impure, into the absolutely good and the absolutely evil. The good and the pure are of course those ideas, feelings, and actions which are consistent with the totalist ideology and policy; anything else is apt to be relegated to the bad and the impure. Nothing human is immune from the flood of stern moral judgments. All "taints" and "poisons" which contribute to the existing state of impurity must be searched out and eliminated.
The philosophical assumption underlying this demand is that absolute purity is attainable, and that anything done to anyone in the name of this purity is ultimately moral. In actual practice, however, no one is really expected to achieve such perfection. Nor can this paradox be dismissed as merely a means of establishing a high standard to which all can aspire. Thought reform bears witness to its more malignant consequences: for by defining and manipulating the criteria of purity, and then by conducting an all-out war upon impurity, the ideological totalists create a narrow world of guilt and shame. This is perpetuated by an ethos of continuous reform, a demand that one strive permanently and painfully for something which not only does not exist but is in fact alien to the human condition. [**]
Kita akan mempelajari kemudian
mengenai hal ini lebih detail dan mendalam di dalam artikel bersambung ini.
Mitos
III: Pengikut kultus di cuci otaknya (Brainwashing), dihipnosis sehingga diri
mereka bukanlah diri mereka dan dipaksa dengan penyiksaan secara fisik untuk
mengikuti kehendak pemimpin kultus.
Gambaran
tersebut hanya ada di film-film yang sangat berlebih-lebihan untuk membuat
filmnya terlihat dramatis dan menegangkan.
Pengetahuan
tentang ‘pencucian otak’ (brainwashing) awalnya dikembangkan di
negara komunis, China. Pelakunya menahan korbannya dengan metode penyiksaan,
membuat lapar, menjadikan korbannya mengalami rasa takut yang luar biasa dan
jika korban tidak juga bersedia melakukan perintah pelaku, maka korban akan
dibunuh.
Fakta: Sekarang ini, praktek-praktek
‘pencucian otak’ tidak digunakan
lagi. Yang ada adalah teknik metode persuasi dan pengaruh yang digunakan grup
kultus sangatlah halus dan tidaklah menyeramkan. Tetapi akibatnya lebih dahsyat dari program ‘brainwashing’.
Awalnya, pemimpin grup
kultus memperoleh kepercayaan atas kepemimpinannya sehingga calon anggota
dengan suka rela melakukan proses indoktrinisasi. Perlahan-lahan, pemimpin grup
menggunakan teknik mind control untuk
mengontrol pikiran, emosi dan perilaku anggota sehingga setiap kehidupan
anggota sangat bergantung kepada grup tersebut.
Setiap anggota dengan suka rela
dan bersuka cita melakukan ritual-ritual yang mereka pikir sangat baik bagi
mereka dan berdasarkan Alkitab. Setelah bergantung total, setiap anggota dengan mudah melakukan apa
yang diinginkan pemimpin grup kultus yang tentunya 'dikatakan berdasarkan Alkitab'
Setiap anggota merasa bahwa mereka
memiliki kehendak bebas untuk berpikir ataupun melakukan segala sesuatu. Yang
mereka tidak tahu atau sadari adalah kehendak bebas yang mereka miliki tidaklah boleh bertentangan dengan instruksi/peraturan pemimpin
grup. Jika perilaku ataupun pikiran mereka menyimpang, maka hukuman moral
secara grup sampai kepada pengucilan atau pemecatan akan diterapkan kepada anggota
yang membandel atau murtad.
Mitos IV: Hanya
orang bodoh, kurang berpendidikan, kurang pengalaman, kerohanian yang lemah
atau sakit jiwa saja yang bergabung dengan grup kultus.
Berpandangan
seperti tersebut di atas sangatlah salah. Grup kultus tidak akan merekrut orang
yang tidak berguna sehingga akan menjadi beban bagi organisasinya.
Faktanya: Grup
kultus akan merekrut orang-orang yang pintar,
idealis, berpendidikan, pintar dan memiliki kerohanian yang sehat.
Jika begitu, bagaimana orang
pintar, berpendidikan dan berkerohanian sehat dapat bergabung dengan grup kultus?
Siapapun juga di dunia ini – entah ia pintar atau bodoh, berpendidikan atau
tidak – memiliki saat-saat yang sulit atau lemah di dalam kehidupan mereka.
Misalnya, dalam proses transisi pekerjaan baru, sekolah baru, tempat tinggal
baru, sedang mencari apa artinya kehidupan yang sesungguhnya ataupun baru saja
mengalami hal yang dramatis (seperti kematian dalam keluarga, bangkrut, patah
hati, dan lain-lain) sampai kepada pemahaman akan kepercayaan yang kurang.
Jika ada seseorang
yang kita baru kenal atau keluarga dekat yang memberikan harapan, kenyamanan, persahabatan
di lingkungan baru dan jawaban bagi persoalan yang sedang kita hadapi maka secara otomatis kita akan menerimanya tanpa
curiga. Ketika kita berada pada kondisi seperti itu, kita akan lebih mudah
dibujuk dan ditipu oleh teknik-teknik psikologi.
Dengan
mempelajari teknik-teknik mind control
dan ciri-ciri proses indoktrinisasi akan mencegah dan menghindarkan kita
terjerumusnya ke dalam jerat grup-grup kultus.
Mitos V:
Istilah ‘kultus’ berarti sama dengan ‘okultisme’.
Walaupun
mungkin ada grup kultus yang mempraktekkan ritual okultisme tetapi definisi
kultus tidaklah sama. Okultisme berasal dari kata latin ‘occultus’ yang berarti
‘tersembunyi, gaib, rahasia’. Di masyarakat kita, okultisme berarti berhubungan
dengan hal-hal yang gaib berkenaan dengan penyembahan dunia roh-roh, berhala, sihir, dan lain-lain.
Faktanya:
Walaupun ada sebagian grup kultus mempraktekkan okultisme, tetapi lebih banyak
lagi grup-grup kultus mengutuk praktek-praktek okultisme. Banyak grup kultus
yang menggunakan agama Kristen, Islam, Buddha dan agama resmi lainnya sebagai
dasar ritual agar mudah digunakan sebagai landasan rasa sebuah kepercayaan.
Alasan
Grup kultus menggunakan agama sebagai dasar ritual karena lebih mudah dalam
merekrut calon korbannya dibandingkan mengajarkan faham komunis (marxisme)
seperti yang dilakukan oleh Jim Jones. Manusia selalu mencari hal-hal yang
rohaniah di dalam hidupnya, seperti tujuan hidupnya di dunia ini dan pencarian
jati dirinya. Inilah yang dimanfaatkan oleh grup kultus.
Mitos VI: Istilah ‘Kultus’ sama
dengan ‘bidat’.
Mitos ini sangatlah sering saya dengar dan baca. Banyak pendeta –
apalagi orang awam – tidak dapat membedakannya dengan baik. Selalu dikatakan
bahwa ajaran gereja Mormon atau Saksi Yehuwa adalah bidat atau kultus atau
sekte, padahal ajaran Mormon atau Saksi Yehuwa bukanlah sekedar dari
bidat.
Faktanya:Kita harus membedakan definisi
antara bidat dan kultus dengan baik antara kedua istilah itu. Hal ini
karena setiap kelompok yaitu keagamaan dan ahli psikologi memiliki definisi
yang berbeda-beda.
Kelompok keagamaan (Kristen) mengatakan suatu aliran sebagai bidat
atau kultus atau sekte dalam suatu definisi yang hampir sama yaitu suatu ajaran
yang menyimpang dari ajaran yang ortodoks.
Sebaliknya, ahli psikologi kultus membedakannya. Sebuah bidat tidaklah sama dengan kultus. Sebuah kultus berbasis
agama pasti mengajarkan ajaran bidat karena memang natur motivasi dari pemimpin
kultus adalah mengeksploitasi
dan menipu para anggotanya. Jika pemimpin kultus mengajar ajaran yang
sesungguhnya, ia tidak akan dapat menggerakkan para anggotanya melakukan
sesuatu demi kepentingannya. Jadi ajaran agama hanyalah sebagai kedok atau
alasan pembenaran atas perintah, larangan dan kewajiban yang harus dijalankan
para anggota.
Sebaliknya, anggota bidat belum
tentu anggota kultus. Secara
umum, seorang anggota bidat Kristen didefinisikan sebagai anggota yang menerima
ajaran yang menyimpang atau salah dari ajaran Alkitab yang dianut oleh umat
Kristen secara ortodoks.
Nah, sedangkan kultus didefinisi oleh ahli psikologi kultus yaitu
setiap kelompok yang memiliki tipe kepemimpinan
berstruktur piramida yang bersifat otoriter dengan semua
pengajaran dan bimbingan yang datang dari orang
atau orang di atasnya. Kelompok ini akan mengklaim sebagai satu-satunya
cara kepada Allah; Nirvana; Firdaus; Akhir
Realitas; Potensi Penuh, Cara kepada Kebahagiaan dan
lain-lain, dan akan menggunakan reformasi pikir atau teknik
kontrol pikiran (mind control) untuk mendapatkan
kontrol atas kehidupan anggotanya serta mempertahankan anggotanya
agar tetap berada di bawah kuasa kontrolnya.
Oleh sebab itu, jika pembaca sungguh-sungguh memperhatikan format
dari blog ini. Saya memfokuskan bahasan kepada psikologi kultus dibandingkan
dengan mendiskusikan doktrin-doktrin Alkitab. Bagi saya pribadi, permasalahan
dari Saksi-Saksi Yehuwa bukanlah masalah bidang doktrin, tetapi pada bidang psikologi.
Saya meyakini bahwa semua bahasan atau diskusi doktrin hanyalah fenomena yang tampak di
luar. Segala upaya apapun juga menjadi sia-sia untuk berdiskusi
ayat-ayat Alkitab dengan seorang Saksi Yehuwa jika kita tidak memahami apa yang diyakini oleh seorang Saksi Yehuwa yang
sesungguhnya yaitu apa yang
diyakini oleh Saksi Yehuwa bukanlah apa yang Alkitab katakan, melainkan apa
yang organisasi Saksi Yehuwa tafsirkan. Oleh sebab itu, meskipun Alkitab
mengatakan ‘A’, tetapi jika organisasi Saksi Yehuwa mentafsirkannya ‘Z’ maka Saksi
Yehuwa akan meyakininya ‘Z’. Misalnya Saksi Yehuwa meyakini bahwa hanya 144.000
orang saja dapat ‘dilahirkan kembali’ atau ‘lahir baru’. Padahal
Tuhan Yesus mengatakan ‘seseorang’ yang artinya siapapun dan tidak
terbatas pada jumlah orang dapat ‘dilahirkan kembali’, lihat kutipan NW berikut ini:
Sebagai jawaban Yesus mengatakan kepadanya, ”Sesungguh-sungguhnya aku mengatakan kepadamu: Jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah.” (Yoh. 3:3)
Nah, ketika kita perhadapkan dengan fakta bahwa tidak ada satu pun pernyataan Alkitab secara eksplisit menyatakan bahwa lahir baru hanya
untuk 144.000 orang, tetapi karena Saksi Yehuwa meyakini tafsiran Menara Pengawal maka ia akan mengatakan dengan
keyakinan yang teguh bahwa lahir baru hanya untuk 144.000 orang saja. Tentunya
meskipun keyakinannya itu tidak memiliki bukti yang kuat, tetapi ini tidak
penting. Yang utama adalah Menara Pengawal mengajarkannya demikian.
Bagi saya, menghancurkan otoritas Menara Pengawal yang mengikat
kehidupan dan pikiran para anggotanya lebih
utama dibandingkan
mendiskusikan doktrin-doktrin. Setelah seorang Saksi Yehuwa mampu melihat masalah sesungguhnya
dengan jelas akan ‘wajah’
asli Menara Pengawal, maka doktrin Menara Pengawal dengan mudah ditumbangkan.
Mitos VII: Orang dapat dengan mudah meninggalkan dunia kultusnya kapanpun
mereka inginkan dan tidak ada seorangpun yang memaksa mereka tetap bergabung.
Faktanya: Jangan Anda samakan kondisi gereja pada umumnya dengan grup
kultus dalam hal keanggotaan. Jika Anda bergabung dengan gereja, Anda dengan
mudah keluar tanpa beban apapun karena tidak ada harga
yang Anda harus bayar, seperti keluarga, persahabatan, kejiwaan dan lain-lain.
Ilusi mudah keluar dari grup kultus selalu dikatakan oleh grup kultus, tetapi
faktanya ketika seseorang telah menjadi anggota grup kultus sangatlah sulit
baginya keluar dari lingkungan kontrol grup kultus tanpa mengalami konsekuensi
psikologis sampai pada tekanan sosial lingkungan kultus. Salah satu contoh
hambatannya dapat Anda baca di Aturan
Menara Pengawal: Putusnya Kekeluargaan
Pemimpin kultus sangat pandai menjadikan
kehidupan para anggotanya bergantung 100% kepadanya secara emosional,
psikologi, keuangan dan kejiwaan. Bagi anggota yang ingin keluar dari grup
kultus maka ia akan mengalami kesulitan yang luar biasa di luar grup karena ia
telah begitu bergantung kepada grup kultusnya.
Mitos VIII: Orang yang
keluar dari cengkraman dunia kultus dapat mudah pulih dari kondisinya, baik
fisik, mental, dan emosinya.
Faktanya: Semakin lama dan
semakin bergantung seseorang kepada grup kultus semakin sulit ia pulih.
Walaupun ia mampu keluar dari cengkraman grup kultus tidaklah mudah bagi
seseorang untuk memperoleh kondisi seperti sebelum ia bergabung karena secara
pikiran, emosi dan kejiwaan ia telah diekspoiltasi oleh pemimpin kultus selama
bertahun-tahun. Kerapkali dibutuhkan konseling oleh seorang psikolog untuk
melewati masa-masa sulitnya menghadapi kemungkinan depresi, rasa bersalah,
kemarahan, ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain, kebingungan,
disorientasi, rasa takut yang berlebihan (phobia) dan lain-lain kondisi.
Mitos IX: Dengan
pengetahuan saya yang baik dan kemampuan memberikan penjelasan tentang Alkitab
akan menyadarkan seorang anggota grup kultus Kristen bahwa ia salah
mentafsirkan ayat-ayat Alkitab.
Faktanya: Masalah kultus berbasis agama Kristen bukanlah masalah doktrinal (walaupun nampaknya di luarnya seperti itu). Walaupun Anda telah mampu membungkamkan seorang anggota kultus atas penafsirannya yang salah, tidak akan membuatnya bertobat karena semuanya adalah masalah tafsiran. Anda memiliki tafsiran, anggota kultuspun memiliki tafsirannya sendiri. Argumentasi ayat-ayat Alkitab tidak cukup effektif karena seorang anggota kultus telah dilatih dengan luar biasa untuk menjawab atau merespons setiap pertanyaan yang mungkin akan diajukan Anda. Bahkan sekalipun Anda mampu membuktikan kepalsuan grup kultus, sulit bagi Anda untuk meyakinkan anggotanya akan kepalsuan tersebut. Memahami tentang teknik mind control akan membantu Anda mengerti situasi yang dialami oleh anggota kultus dan mungkin akan menghindarkan Anda terjerat dalam dunia kultus.
<<<<: Baca artikel sebelumnya Baca Artikel Berikutnya: >>>>
"Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut"
(Amsal 14:12)
____________________________
[*] http://freedomofmind.com/Media/books/rtbChap4.php
[**] http://www.rickross.com/reference/brainwashing/brainwashing19.html
No comments :
Post a Comment
Tolong SEBUTKAN Nama Atau Initial Anda saat memberi komentar agar memudahkan Mitra diskusi Anda mengidentifikasikan Anda.
Non Kristiani, mohon tidak memberi komentar.
Jika Anda ingin komentar, silahkan klik DI SINI DULU