Prinsip Peperangan, Kasih dan Keadilan Berdasarkan Alkitab

peperangan dan ajaran saksi yehuwa
Diambil dari Majalah Menara Pengawal 1/7/2013, hlm. 5
TAHUKAH SAUDARA BAHWA tidak ada satu pun ayat Alkitab yang menyatakan secara eksplisitJangan kamu berperang atau pernyataan senada” sebagai sebuah larangan. Tetapi sebaliknya, Yesus dalam Mat. 24:6-7 menubuatkan akan adanya peperangan menjelang kedatangan-Nya, “Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan.”

Jika memang Alkitab tidak melarang adanya peperangan melainkan menyatakan akan adanya “peperangan”, apakah berarti Allah menghendaki peperangan? Tentunya, saya yakin tidak! Melainkan Allah mengizinkan terjadinya peperangan. Apakah penyebab terjadinya perang? Apakah karena umat Kristen yang tidak lagi mempraktekkan kasih, melainkan semangat peperangan yang dikobarkan dan mengabaikan perintah ke-6 yaitu jangan membunuh (Mar. 12:31, Kel. 20:13)? Adakah perang yang dapat dibenarkan ('justified') berdasarkan pemahaman Alkitab? Artikel bersambung kali ini akan mencoba menjawab beberapa masalah sehubungan dengan peperangan.

Sebagai orang Kristen yang dikenal dengan prinsip kasih, tentunya kita bukanlah orang- orang yang terpanggil untuk mengobarkan semangat perang. Namun demikian, di tengah dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa di mana kekerasan merupakan isu moralitas, sering kali harus diakui bahwa perang atau penggunaan kekerasan demi alasan kemanusiaan dengan segala etika yang terkandung di dalamnya, merupakan pilihan yang harus dipertimbangkan dan bahkan dalam banyak kasus tidak dapat dihindarkan. Lalu jika terjadi kekerasan, terburuknya peperangan, apakah berarti umat Kristen telah melanggar perintah Kristus yaitu untuk mengasihi sesama manusia seperti yang tuduhkan dan dipropagandakan oleh organisasi Saksi Yehuwa dalam kutipan ini: 

Pada abad kita, agama manakah yang mematuhi hukum kasih ini? Jelas bukan agama-agama dari Susunan Kristen, karena mereka saling membantai sampai puluhan juta orang dalam dua perang dunia dan pertikaian-pertikaian lain. Saksi-Saksi Yehuwalah yang mematuhi hukum kasih seluas dunia. Mereka memelihara kenetralan yang sempurna dalam peperangan antar bangsa, karena Yesus berkata bahwa murid-muridnya harus ”bukan dari dunia”. (Yohanes 17:16) Maka, mereka dapat berkata, seperti Paulus, bahwa mereka ”lepas daripada darah sekalian orang”. (Menara Pengawal, 1/2/1990, hlm. 22)
Adalah benar bahwa Kristus memerintahkan “Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri”. (Mark. 12:31). Apakah artinya perintah itu dapat diaplikasikan sebagai larangan menggunakan kekerasan, seperti berperang karena jelas peperangan penuh dengan kekerasan, permusuhan, pembunuhan dan jauh dari kasih?

Dalam buku Francis Schaeffer, yaitu “Who is for Peace?” menceritakan pengalamannya melihat seorang dewasa sedang memukuli seorang anak kecil. Schaeffer memohon agar pria itu menghentikan pemukulan tersebut. Namun tetap saja anak kecil tersebut dipukuli. Schaeffer bertanya dalam hatinya, “Apakah artinya kasih saat ini? Kasih berarti saya menghentikannya dengan cara apa pun juga, termasuk berkelahi dengan pria itu”. 


Sepenggalan cerita Schaeffer menyingkap sedikit tentang dimensi “kasih” yang dikaitkan dengan keadilan. Saya percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Schaeffer, yaitu berkelahi dengan pria itu untuk membela si anak kecil yang tak berdaya, adalah benar dan merupakan tindakan kasih yang diperintahkan Kristus bagi setiap orang Kristen untuk lakukan. Meskipun jika dalam perkelahian tersebut, Schaeffer tidak sengaja membunuh pria tersebut. Saya tetap percaya bahwa Schaeffer tidaklah berdosa dan melanggar hukum kasih maupun hukum ke-6 Taurat; jangan membunuh. Melainkan ia telah memperlihatkan kasihnya membela anak kecil tersebut. Mengapa tidak berdosa? Saya akan bahas dalam artikel berikutnya.

Sebaliknya, jika Schaeffer hanya menonton apa yang terjadi dan tidak melakukan apapun juga sehingga anak kecil itu tewas, maka jelas Schaeffer tidak memperlihatkan kasih seperti yang diperintahkan Kristus. Jadi sebenarnya, tidaklah mudah ketika kita bicara tentang “kasih” yang dikaitkan dengan “keadilan”. 

Dari cerita kecil Schaeffer, kita dapat menarik logika yang lebih besar tentang peperangan yaitu dalam konteks orang-orang Kristen menyikapi dunia yang penuh dengan orang-orang jahat di mana kadang-kadang peperangan diperlukan untuk mencegah kejahatan yang lebih besar. Misalnya, jika Hitler tidak dikalahkan pada Perang Dunia II berapa banyak lagi orang-orang Yahudi yang akan dibunuh? Dalam konteks Indonesia, jika bukan karena perjuangan para pahlawan yang mengorbankan nyawanya untuk merebut kemerdekaan, bukankah kita masih berada dalam perbudakan?

Lalu bagaimana jika misalkan Indonesia menginvasi untuk menjajah negara lain untuk menarik suatu keuntungan (baca, misalnya profit)? Tentunya, sebagai orang Kristen kita harus menolak hal yang demikian. Dan memang dalam dunia yang semakin jahat ini di mana manusia (baca, para pemimpin) telah jatuh dalam dosa sehingga semakin mencintai diri sendiri, garang dan tidak suka berdamai maka orang-orang Kristen perlu hati-hati menyikapinya agar dapat berpikir obyektif dan tidak melanggar prinsip-prinsip kekristenan (2 Tim. 3: 1-4). Dibutuhkan pimpinan Roh Kudus untuk menyikapi segala sesuatunya dan mendasari kepercayaan kita pada Alkitab secara komprehensif, tidak berat sebelah hanya menitik-beratkan pada kasih namun mengabaikan faktor keadilan Allah. 


Kesimpulannya? Menurut saya pribadi adalah hal yang salah mengatakan bahwa orang Kristen tidak menjalankan perintah Yesus tentang kasih jika ikut berperang dengan mengabaikan tentang keadilan-Nya. Apalagi mengatakan bahwa Allah melarang peperangan dengan cara memahami kasih-Nya secara sempit karena tidak ada satu pun ayat Alkitab yang melarang peperangan. Pengkhotbah 3:8 berkata, “Ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.” Dalam dunia yang penuh dengan orang-orang berdosa, kebencian dan kejahatan (Roma 3:10-18) sulit mengelakkan peperangan karena memang selalu “ada waktu untuk perang”. Memang tidak mudah melihat suatu peperangan itu secara obyektif namun semua peperangan pada dasarnya adalah akibat dari dosa. Orang Kristen tidak seharusnya menginginkan perang, namun orang Kristen juga tidak boleh berdiam diri melihat suatu ketidak-adilan terjadi di depan matanya.

Artikel berikutnya membahas tentang hukum Taurat ke-6; Jangan membunuh! Apakah orang Kristen melanggar perintah tersebut jika ikut dalam peperangan?

Bagaimana pendapat Saudara artikel Prinsip Peperangan, Kasih dan Keadilan Berdasarkan Alkitab?

Soli Deo Gloria

Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus. (2 Yohanes 1:7)


Artikel Terkait:
1. Saksi Yehuwa: Penyembah Berhala Modern
2. Mengungkap Organisasi Allah Berkedok Agama Kristen
3. Fakta Saksi Yehuwa: Suatu Kultus Dan Nabi Palsu
4. Saksi Yehuwa Pemberita Injil Sejati Atau Palsu?
5. Siapakah AntiKristus (1 Yohanes 2:22)?

6 comments :

  1. Untuk si fobia perang, fobia militer, dan fobia dinas militer

    Boleh baca sejarah bahwa Abraham pernah berperang melawan raja Kedorlaomer cs.
    Musa muda pernah membunuh prajurit Firaun yg kepergok menganiaya budak, membunuhnya tentu bukan terencana tapi krn membela diri.
    Nabi Musa memimpin perang merebut tanah terjanji.

    Jadi setiap perang harus diteliti sebab musabab awalnya jangan dipukul rata ala watchtower.
    Di surga ada Mikhael yg memimpin laskar surgawi siap perang dan malaikat juga kena dinas militer. Namanya saja kerajaan surga pasti ada prajuritnya juga.
    Apakah malaikat tidak pernah membunuh?
    Lah itu kota Sodom Gomorah contohnya malaikat menghujani kota dengan api dan belerang.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  2. Sambil mengamati gambar diatas:

    Kalau alat perangnya cuma panah, pedang, tombak, watchtower kastil dalam arti fisik akan tetap berdiri kokoh
    Kalau alat perangnya pesawat, tank, rudal, maka watchtower kastil pasti rata tanah dalam sekejap. Makanya merk watchtower begitu ketinggalan jaman.

    Watchtower bakal dilabrak abis Diponegoro atau Soekarno-Hatta dan tokoh pahlawan nasional lain jika beliau2 ini masih hidup.

    Atau kita bisa lihat urgent tidaknya perang melalui sinema India Mahaputra, kalau di YouTube ketik maharana Pratap. Disitu akan jelas kapan harus perang kapan mencegah terjadinya perang.

    Be smart, jangan mau dibodohi watchtower majalah.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  3. Teknis dalam militer

    Jenderal can do No wrong, prajurit rendah selalu yg ketimpa salah.
    Mirip2: kaum terurap (gadungan) can do No wrong, saksi lah yg salah ekspektasi, salah mengartikan, salah waktu/ salah jaman.

    JFR itu jendral banget plus raut wajahnya galak, plus ahli hukum.
    Kesalahan Jenderal JFR dalam nubuatan millions now living will (never) Die......DIPUTIHKAN.
    Kalau dipandang dari ilmu hukum JFR patut dapat hukuman duniawi atas kesalahan nubuatannya.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  4. Ikut perang terus mati, masih ada harapan masuk surga.
    Ikut majalah wt terus mati, mati dua kali.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  5. Saksi sudah berperang melawan susunan Kristen, semua pelurunya sudah habis ditembakkan membabi buta, sekarang tiarap, sebagian masuk kastil.

    Saksi berbendera watchtower, dan berpaspor NeoArianisme.

    Salam
    AS

    ReplyDelete

Tolong SEBUTKAN Nama Atau Initial Anda saat memberi komentar agar memudahkan Mitra diskusi Anda mengidentifikasikan Anda.

Non Kristiani, mohon tidak memberi komentar.

Jika Anda ingin komentar, silahkan klik DI SINI DULU

.