Saksi Yehuwa: Kesalahan Retorika - Bahasan: 2

Kesalahan Retorika: Teknik Menyelamatkan Diri
Sebelum saya memulai artikel kali, ini izinkan saya meminta maaf kepada Sdr Maxi-Sam karena di artikel  terakhir itu (Kebohongan Menara Pengawal), saya sempat berkomentar yang saya percaya salah, yaitu tidak mengizinkan Sdr. Maxi memberikan komentarnya di blog ini. Saya tidaklah marah atas argumen-argumen Sdr. Maxi, hanya terbawa rasa emosi; jengkel, melihat argumen-argumennya yang menurut saya; tidak berdasarkan akal sehat atau logika, melainkan mengarah pada debat kusir. Saya harus salut kepada Sdr. Maxi atas kepandaiannya merangsang rasa emosi saya. Saya persilahkan Sdr. Maxi membuat komentar-komentarnya blog ini.

Perhatikan kutipan gambar di kiri atas yang berbunyi:

If you find yourself in an indefensible position, just mention another issue and pretend it support your conclusion.


Jika Anda mendapatkan diri Anda dalam posisi yang tidak dapat dipertahankan, cukup sebutkan masalah lain dan berpura-pura hal itu mendukung kesimpulan Anda.
Ya, kata-kata itu benar-benar menggambarkan bagaimana Sdr. Maxi yang berada di dalam posisi yang lemah mencoba membuat sebuah issue yang lain dan berpura-pura mendukung kesimpulannya. Tentunya apa yang saya katakan itu bukanlah hanya sebuah pernyataan kosong belaka. Tetapi di artikel ini saya akan buktikan bagaimana Sdr. Maxi menggunakan argumentasi Rhetorical Fallacy (Kesalahan Retorika) untuk memenangkan argumentasinya di tengah-tengah kebingungan dan posisi lemahnya untuk menjawab artikel-artikel saya yang sah berdasarkan logika. Ini tujuan pertama saya menulis artikel ini.


Kedua, memberi pemahaman kepada pembaca blog ini bahwa banyak Saksi-Saksi Yehuwa yang memiliki argumentasi-argumentasi yang tidak berdasarkan logika. Hal ini karena, pertama, sikap Saksi Yehuwa pada posisi defensif ketika membaca artikel-artikel saya yang membongkar fakta di balik ajaran Menara Pengawal. Kedua, di dalam publikasi Menara Pengawal sendiri banyak memberi pernyataan-pernyataan yang demikian kepada setiap Saksi Yehuwa sehingga jawaban Saksi Yehuwa pun bersifat Rhetorical Fallacy. Saya menemukan situs yang baik tentang logika silahkan klik Rhetorical Fallacies. Tolong pelajari dengan baik. Memahami berlogika yang sahih sangat baik agar kita tidak mudah dialihkan dalam sebuah diskusi. Saya sendiri meskipun mengerti secara logika, tetapi hati tidak sejalan. Tetapi dari kesalahan saya itu, saya menjadi belajar lebih lagi.

Rhetorical Fallacy (Kesalahan Retorika) adalah teknik penalaran yang tidak sahih (baik disengaja atau tidak) untuk membawa seorang pada sebuah kesimpulan yang keliru. Ada berbagai jenis rhetorical fallancy misalnya retorika ad hominem yaitu menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seorang pendebat tidak dapat mempertahankan posisinya dengan fakta atau alasan yang kuat, maka ia mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.

Hal ini dilakukan dengan Sdr. Maxi misalnya:

Pernyataan Bpk Awi, “Terus terang ya saya pernah ambil 1 semester filsafat waktu kuliah, tp membaca argumentasi logika sdr membuat sy bingung sendiri & mengerutkan dahi utk memahaminya; argumenasi deduktif, bukan; induktif, juga bukan. Tp jelas masuk dlm kategori rhetorical fallancy.“ TANGGAPAN SAYA : He..he..he.. mulai keluar nih “keakuan”nya Bpk Awi. Sama Pak, saya juga bingung dg istilah2 yg Bpk Awi gunakan [ rhetorical fallancy, dll ] (baca Kebohongan Menara Pengawal)

Perhatikan kata ‘keakuan’ yang ditulis olehnya. Dia mencoba menyerang pribadi saya, bukan pada pokok diskusi.  Yang lucunya adalah keterbatasan pengetahuan Sdr Maxi  yaitu tidak memahami istilah rhetorical fallancy dan istilah-istilah lainnya menjadikan seolah-olah “keakuan” saya keluar. Padahal, ketidak-tahuan dia membuktikan pengetahuan dia terbatas. Seharusnya ia mencari di google untuk mengetahui apa artinya, tapi sebaliknya menyerang kepribadian saya. 

Tentunya pembaca bisa melihat langsung kata-kata lainnya yang digunakan seperti sombong, arogan dan lain-lain yang hanya untuk merangsang emosi lawan debatnya.

Di dalam rhetorical fallancy ada yang disebut sebagai  Appeal to ignorance (Argumentum ex silentio) yaitu menganggap suatu ketidak-pahaman atau ketidaktahuan sebagai fakta atas sesuatu. Oleh sebab itu, ketidak-tahuan Sdr. Maxi akan istilah-istilah yang saya gunakan tidak serta merta bahwa apa yang saya katakan itu ada atau tiada. Apalagi malahan menyerang pribadi saya. Ini merupakan sebuah argumentasi yang tidak bermanfaat dan apabila diteruskan hanyalah mengarah kepada debat kusir.

Jadi dari pernyataan tersebut, Sdr Maxi telah melakukan 2 hal yang tidak berdasarkan logika yang sehat dan mencoba memprovokasi debat kusir yang tidak berguna. Dan ini dapat pembaca lihat argumentasi-argumentasinya yang cenderung mengajak debat kusir. Ini tentunya saya hindari. Percuma, buang-buang waktu untuk hal yang tidak ada artinya.

Sekarang izinkan saya kaji lagi argumentasi utama Sdr. Maxi yang menurut beliau mesti saya jawab.

Sebelum menjawabnya, izinkan saya mengulas argumentasi rhetorical fallancy yang disebut sebagai straw man argument atau argumentasi manusia jerami, yaitu mengabaikan diskusi yang sesungguhnya dan menggantinya dengan suatu skenario yang salah dan dilebih-lebihkan dalam upaya memenangkan sebuah argumentasi.

Sdr Maxi berhasil menciptakan ini yaitu mengganti substansi diskusi kebohongan Menara Pengawal yaitu mengutip Harner secara keliru lalu menggantinya dengan sebuah tulisan Harner juga seolah-olah Harner bias dalam tulisannya yaitu tidak sebagai seorang sarjana ahli bahasa melainkan dipengaruhi oleh keyakinannya sebagai Trinitarian. Luar biasa ya Sdr. Maxi ini.

Perlu pembaca blog ini perhatikan bahwa Sdr. Maxi sama sekali tidak membahas tentang 5 pilihan Harner itu yang dikutip secara keliru oleh Menara Pengawal, melainkan menggantinya total dengan tulisan Harner lainnya dengan mengembangkan argumentasi yang bersifat spekulasi melampaui tulisan Harner.

Saya akan membahas ke-2 masalah antara argumentasi saya dan argumentasi Sdr. Maxi agar pembaca menjadi jelas kedua-duanya.

Agar pembaca dapat mengerti logikanya saya uraikan sebagai berikut (mungkin pembaca blog ini sudah bosan membacanya, tetapi saya perlu menekankan lagi agar kita dapat belajar tentang teknik ‘manusia jerami’ yang dibuat oleh Sdr. Maxi. Ya, hitung-hitung pelajaran dalam ilmu logika):

Diskusi Utama: Kebohongan Menara Pengawal

Saya membuktikan bahwa Menara Pengawal telah mengutip tulisan Harner secara keliru. Tulisan Menara Pengawal adalah:
Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu].“ seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu. (Haruskah Anda Percaya kepada Tritunggal hlm. 27)
Perhatikan kalimat yang saya bold yang diklaim jurnal itu mengatakannya.

Nah, apakah jurnal itu mengatakannya? Tidak. Karena Harner, penulis jurnal itu sedang membuat 5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c sebagai berikut (theos artinya Allah, logos artinya firman):

A.  hO LOGOS ÊN hO THEOS
B.  THEOS ÊN hO LOGOS
C.  hO LOGOS THEOS ÊN                          
D.  hO LOGOS ÊN THEOS
E.  hO LOGOS ÊN THEIOS

Perlu kiranya pembaca pahami bahwa point B adalah pola kalimat yang digunakan oleh rasul Yohanes. Menurut Harner arti dari B adalah:
Clauses B and C, with an anarthrous predicate preceding the verb, are primarily qualitative in meaning.  They indicate that the logos has the nature of theos.  There is no basis for regarding the predicate theos as definite.  This would make B and C equivalent to A, and like A they would then contradict the preceding clause of 1:1


Klausa B dan C yang mempunyai predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu]. Mereka mengindikasikan bahwa logos memiliki natur theos.....
Sampai point ini menurut Harner, klausa B dan C mengindikasikan logos memiliki natur theos, artinya firman memiliki hakekat Allah.

Kita perhatikan lebih lanjut point Harner yaitu meskipun point B dan C memiliki arti yang sama tetapi berbeda sedikit untuk penekanan:
As John has just spoken in terms of relationship and differentiation between ho logos and ho theos, he would imply in B or C that they share the same nature as belonging to the reality theos.  Clauses B and C are identical in meaning but differ slightly in emphasis.  C would mean that the logos (rather than something else) had the nature of theos.  B means that the logos had the nature of theos (rather than something else).  In this clause, the form that John actually uses, the word theos is placed at the beginning for emphasis.


Seperti Yohanes telah bicarakan dalam terminologi-terminologi relasi dan perbedaan ho logos dan ho theos, ia akan menunjuk B atau C di mana itu berbagi natur yang sama miliki realitas dari theos. Klausa B dan C adalah identik dalam arti tetapi berbeda sedikit dalam tekanannya. C berarti bahwa logos (daripada suatu yang lain) memiliki natur dari theos. B artinya logos memiliki natur theos (daripada suatu yang lain). Klausa ini [bentuk B], bentuk yang Yohanes sesungguhnya gunakan, firman theos diletakkan dipermulaan sebagai sebuah penekanan.
Halaman berikutnya, Harner memberikan kesimpulan:

Mungkin klausa itu bisa diterjemahkan, ‘Firman itu memiliki natur yang sama dengan Allah.’ Ini akan menjadi salah satu cara untuk mewakili pemikiran Yohanes, yang, seperti yang saya mengerti, bahwa ho logos, tidak kurang dari ho theos, memiliki sifat theos.


Perhaps the clause could be translated, ‘the Word had the same nature as God.’ This would be one way of representing John’s thought, which is, as I understand it, that ho logos, no less than ho theos, had the nature of theos.”—Journal of Biblical Literature, 1973, pp. 85, 87
Jadi sekarang jelas bahwa menurut Harner; point B yang merupakan tulisan rasul Yohanes yaitu THEOS ÊN hO LOGOS berarti logos itu memiliki natur theos atau Allah. Tentunya hal ini bertentangan dengan tulisan Menara Pengawal yaitu “seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah”. Mengapa? Karena jika ingin mengatakan ‘suatu allah’, Harner mengatakan Yohanes akan menggunakan point D yaitu hO LOGOS ÊN THEOS. Harner menjelaskan:
Clause D, with the verb preceding an anarthrous predicate, would probably mean that the logos was "a god" or a divine being of some kind, belonging to the general category of theos but as a distinct being from ho theos

Klausa D, dengan kata kerja yang mendahului sebuah predikat [anarthrous = tanpa kata sandang), mungkin akan berarti bahwa logos adalah ‘suatu allah atau jenis makhluk ilahi, termasuk dalam kategori umum theos tetapi sebagai makhluk yang berbeda dari ho theos.
Tidak terbantahkan bahwa Menara Pengawal telah berbohong kepada pembacanya akan tulisan Harner.

Argumentasi Manusia Jerami

Sekarang saya uraikan argumentasi ‘manusia jerami’ dari Sdr. Maxi sebagai berikut:

Yaitu menggunakan tulisan Harner:
Dalam Yohanes 1:1 saya pikir kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu.


In John 1:1 I think that qualitative force of the predicate is so prominet  that the noun cannot be regarded as definite.
Nah, berdasarkan tulisan itu, Sdr. Maxi mengembangkan argumentasinya yaitu menurutnya tidaklah salah jika Menara Pengawal menerjemahkan ‘Firman itu suatu allah” karena Harner mengatakan kekuatan kualitatifnya begitu menonjol sehingga kata bendanya tidak dapat dianggap tertentu. Mengapa? Karena Menurut Sdr. Maxi:

“Harrner tidak secara spesifik/eksplisit mengatakan bahwa Yohanes 1 : 1c bisa diterjemahkan “dan Firman itu adalah suatu allah”, karena memang dia tdk menyatakannya, tp dr kesimpulannya, menurut saya, dia secara IMPLISIT memang MENYIRATKANNYA.. Jd, krn kata “theos” tsb adalah “TIDAK TERTENTU”, maka sewaktu seseorang atau dlm hal ini LMP menerjemahkan secara hurufiah ayat 1c tsb menjadi “dan Firman itu adalah suatu allah” karena tuntutan tata bahasa dlm bahasa Inggris, dimanakah letak kesalahannya/kebohongannya?

Sudahkan pembaca blog ini mengikuti logika ‘manusia jeraminya’ Sdr. Maxi itu?

Memang benar Harner mengatakan bahwa kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu (ini adalah manusia jerami Sdr. Maxi). Tetapi apakah pernyataan Harner itu dapat menjadi pembenaran bagi Menara Pengawal mengutip Harner seolah-olah ia setuju terjemahan Menara Pengawal? Tentunya, tidak. Mengapa? Sederhana, jika memang Harner menginginkan demikian, mengapa ia membuat argumentasi yang jelas-jelas mendefinisikan point B yaitu “Firman itu memiliki natur yang sama dengan Allah” dan point D, dengan kata kerja yang mendahului sebuah predikat [anarthrous = tanpa kata sandang), mungkin akan berarti bahwa logos adalah ‘suatu allah’.

Tentunya Sdr. Maxi memahami argumentasinya lemah oleh sebab itu ia membuatnya berbelit-belit dengan mencoba mentafsirkan ‘manusia jeraminya’ itu seperti tulisan Harner bias karena ia seorang Trinitarian, Harner tidak secara spesifik menyatakannya (tentunya ia telah spesifik karena ia membuat list 5 kategori dengan penjelasannya) dan lain-lain argumentasi tafsiran tulisan Harner yang di lakukan oleh Sdr. Maxi.

Rasanya saya sudah menjelaskan panjang lebar akan hal. Saya ingin pembaca menilai sendiri argumentasi yang mana yang sah dan mana yang tidak.

Bagaimana dengan argumentasi Sdr. Maxi lainnya? Hanya debat kusir, tidak patut dilayani!

Sesungguhnya, esensi tulisan Mantey yang dikutip secara keliru adalah sama dengan tulisan Harner. Dan cerdasnya Sdr. Maxi adalah beliau tidak sudi membahas tulisan Mantey karena dalam tulisan Mantey tidak ada yang bisa dijadikan ‘manusia jerami’ oleh Sdr. Maxi. Mutlak Menara Pengawal mengutip Mantey di luar konteks. Sdr. Maxi cerdas dan pintar tidak ingin membahasnya.

Di bagian selanjutnya, saya akan membahas tentang Rhetorical Fallacy yang dikembangkan oleh Sdr. Maxi di artikel “Penerjemah Terjemahan Dunia Baru, Siapakah”. Saya akan buktikan bagaimana Sdr. Maxi menggunakan Rhetorical Fallacy dalam argumentasi-argumentasinya sehingga dapat menyesatkan pembaca blog ini kepada sebuah kesimpulan yang keliru.

Saya pribadi kagum dengan Sdr. Maxi yang mampu membuat sebuah skenario berdasarkan argumentasi Rhetorical Fallacy. Dari tulisan-tulisan beliau, saya tidak yakin beliau memahami bahwa tulisan-tulisannya dan pembelaan yang dibuatnya merupakan sebuah Rhetorical Fallacy. Sdr. Maxi melakukannya secara alamiah saja karena ia berada di dalam posisi defensif dan sedang membela Menara Pengawal. Dia sesungguhnya bingung bagaimana menyangkal tulisan-tulisan saya di blog ini sehingga tulisan-tulisannya diulang-ulang agar pembaca pada akhirnya bingung sendiri. Oleh karena itu banyak tulisannya mengumbar kata-kata ‘fitnah, mengutip di luar konteks tulisan Menara Pengawal, benci kepada Saksi Yehuwa dan Menara Pengawal, dan lain-lain’ di tengah-tengah kebenaran tulisan saya agar pembaca blog ini yakin bahwa ia yang benar.

Sebaliknya, saya memahami teori itu, tetapi tidak mencoba menggunakannya karena jika ada pembaca blog ini yang pernah belajar filsafat mengetahui jelas perbedaan antara logika yang sah dengan Rhetorical Fallacy yang dikembangkan oleh seseorang dalam argumentasinya. Malu saya menggunakannya karena yang saya sedang lakukan adalah sebuah pelayanan. Saya mencoba menggunakan argumentasi-argumentasi yang sah berdasarkan logika.

Sampai detik ini, saya menilai Sdr. Maxi belum dapat membuktikan kepada pembaca blog ini di mana saya mengutip di luar konteks tulisan, memfitnah, apalagi membohongi pembaca blog ini dan lain-lain

Jika pembaca perhatikan tulisan ini. Pada awal kalimat saya katakan bahwa saya akan buktikan “argumen-argumen Sdr.  Maxi tidak masuk logika, bahkan banyak menggunakan argumentasi Rhetorical Fallacy (Kesalahan Retorika) untuk memenangkan argumentasinya di tengah-tengah kebingungannya menjawab artikel-artikel saya yang sah berdasarkan logika” telah terbukti secara ilmiah. Sebaliknya, Sdr. Maxi? Pembaca masih menunggu.

Kepada Sdr. Rojali. Saya mohon maaf jika saya menghalangi Sdr. menanggapi tulisan Sdr. Maxi, meskipun saya tahu Bapak ingin sekali. Bukan apa-apa, tulisannya hanyalah debat kusir. Tidak ada artinya ditanggapi hanya buang-buang waktu saja.

Bagaimana menurut Bapak?


Ada jalan yang lurus dalam pandangan seseorang, tetapi ujungnya adalah jalan-jalan kematian (Amsal 16:25, NW)

15 comments :

  1. Slamat siang Bpk Awi

    Memang sy sdh membuat jawaban utk sdr.Maxi yg ktika sy mau publikasikan selalu gagal, sy terus terang mau objective dan ingin skali melihat tulisan sdr.Maxi yg benar2 ilmiah dan bukan hanya 'ingin mempertahankan apa yg dianggapnya benar' saja, melainkan opini dia hasil risetnya sndiri dan bukan 'copy paste' majalah MP.

    Sy sngt kecewa trnyata anggapan sy ttg SSY yg bgitu 'hebat' trnyata salah sama skali, mrk (SSY) trnyata hanya mahir 'menghafal' ajaran2 LMP tanpa prnh MAU sdikit pun menguji ajaran2 LMP lewat sumber2 lain yg kredibel. Dan td nya sy jg sdikit kecewa bhw jwb an sy utk sdr.Maxi tdk bs tayang, tp pd artikel Bpk Awi kali ini sdikit terobat krn lebih kurang apa yg sy tangkap dan cb beri jwb kpd Maxi ada pd artikel Bpk Awi ini.
    Sy tdk prnh belajar ilmu filsafat atau psikologi, tp sy dapat dng jelas menangkap sinyal2 yg selalu dilakukan oleh SSY baik itu Maxi, Dylan, Martha atau oleh sdri kandung sy bila brdiskusi, spt istilah2 yg Bpk sebutkan diatas yaitu 'rhetorica fallacy', 'rhetorica ad hominem' (sy br dengar istilah2 ini tp sy paham betul bgmna artinya dan pasti kita temukan apabila kita brdiskusi dng SSY) dan satu lg yg paling gemar dilakukan SSY yaitu 'appeal to ignorance', atau bahasa sy 'membiarkan diri pd ketidak-tahuan' krn SSY tdk mau lebih tau dr apa yg mrk sdh tau atau dengar sj hanya dr 1 sumber sj yaitu LMP.
    Bagi sy yg sdh sering berhubungan dengan SSY, tulisan Bpk Awi pd artikel kali ini 'absolutelly right' tanpa ragu, krn meskipun sy baru dngar istilah2 dlm ilmu filsafat dan psikologi itu tp keadaan2 yg Bpk Awi uraikan dpt dng mudah sy temui apabila brdiskusi dng SSY.

    Trimakasih Bpk Awi, TUHAN YESUS memberkati kita.

    ReplyDelete
  2. Shaloom Bpk Awi, Sdr Maxi dan Sdr Dylan

    Sy Heber

    Artikel Bpk Awi kali ini lebih menarik lg, terutama bhw supaya 'kita' yg sedang brdiskusi mjd lebih 'fair' dan tdk melakukan lg hal2 'kecurangan2' yg spt Bpk Awi jabarkan diatas, apakah itu dilakukan dng kesengajaan ataupun alamiah atau tdk disengaja.
    Seperti yg Bpk Awi ulas ada istilah APPEAL TO IGNORANCE, sewaktu sy brdiskusi dng sdr.Dylan, mungkin ada hal2 yg baru dia dengar dan itu blm prnh dia pelajari dr LMP, tp dia tdk ingin mencari tahu lebih dahulu akan hal2 yg baru didengarnya itu shg mengabaikannya yg akhirnya PERSIS spt yg Bpk Awi tulis dia melakukan STRAW MAN ARGUMEN krn dia bingung shg spy dia tdk dianggap 'kalah' (krn kl dia 'kalah' otomatis LMP pd pihak yg 'salah' atau 'NGAWUR') dia mengabaikan ketidak tahuannya dengan mengabaikan diskusi kami tdk brjalan sbgmna mestinya malah menulis 'panjang-lebar, ngalor-ngidul' utk Bpk Awi, loh-loh-loh, lalu diskusi kami bgmna.?

    Dr tulisan artikel2 Bpk Awi, mnrt sy bhw korban kultus spt SSY baru bs 'sembuh' hanya apabila ada ksadaran org tsb (SSY) ingin 'sembuh' dan mendatangi profesional atau psikolog yg khusus menangani korban kultus.

    Sy cb ungkap sdikit sj 'ketakutan2 (mind control) yg terlanjur melekat pd diri stiap SSY stlh sy mmbaca artikel2 Bpk, yaitu 'hrs RENDAH HATI dan mau (NURUT SAJA) utk diajar', kl tdk menurut brarti TINGGI HATI
    kemudian 'siapa dulu yg mengajar km prtama kali akan kebenaran Alkitab kl bukan organisasi.?' lalu kondisi PECAT dngn sgala kondisi dan konsekwensi yg disiapkan LMP bg orang dipecat, dan ktakutan lain adalah katä2 : 'keluar dr perkenan Yehuwa'.
    Dan bnyk lg ktakutan2 lain yg sengaja dikondisikan oleh LMP utk stiap SSY.
    Bagi kita yg bukan SSY dan blm prnh tinggal di dlm organisasi LMP kata2 dan ktakutan2 (mind control) itu tdk ada artinya, tp bg SSY ini lah kata2 'sakral' dan mrk sngt mengerti arti kata2 tsb bg mrk.

    Betul Bpk Awi bilang, spt pepatah mengatakan 'lebih baik mencegah dari pada mengobati', artikel Bpk Awi sngt berguna utk yg blm mnjd anggota SSY, krn itu Bpk Awi suka mengatakan sebarkan blog Bpk agar umat Kristen mengetahui siapa itu LMP dan tdk mau terjebak dlm organisasi kultus ini, tp bagi SSY itu sndiri sy rasa akan sangat sulit keluar dr organisasi LMP meskipun di dlm hati jujur mrk, ada kebenaran dlm tulisan Bpk Awi, mengapa, sy beri contoh Pa, korban narkotika kl bukan KESADARANNYA ingin 'sembuh', mskipun 'diapain' dia tdk akan bs 'sembuh', krn dia sdh merasa 'nyaman' dng 'narkotik' itu, dan apabila dia mau hentikan kbiasaannya itu, brbagai kondisi ktidak-nyamanan akan dia alami, bahkan mungkin 'sangat sakit' dia akan rasakan, mk perlu profesional utk menanganinya, kondisi 'ketidaknyamanan' bahkan 'sangat sakit' pasti akan dialami SSY yg ingin KELUAR dr organisasi, cm orang2 yg KUAT dan SIAP yg berani keluar dr organisasi LMP, krn trlanjur bnyk hal yg mrk korbankan ketika mjd anggota organisasi ini.

    Bgmna mnrt Bpk Awi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Sdr Heber

      PUJI TUHAN YESUS. Sejak blog ini dibuat Sep 2011, Sy prcaya tlah mencerahkn & mencerdaskn org Kristen pembaca blog ini ttg Fakta Di Balik MP. Tujuan utama sy tlah berhasil dimengerti oleh byak org, seperti Sdr Heber, Rojali, Binsar, ME dll yg mungkin ngerti tp tdk mau komen aja.

      Sedikit koreksi ya, yg disebut mind control mengacu pd suatu proses yang dilakukan oleh seorang manipulator/pemimpin kultus secara sistematis dgn menggunakn metode2 yg tidak etis & manipulatif untuk membujuk orang lain agar melakukan apa yang diinginkan manipulator dengan mengorbankan pihak yang sedang dimanipulasinya.

      Nah, Steve Hassan memberikan 4 elemen metode mind control; salah satunya adalh elemen emosi yaitu phobia (rasa takut). Phobia2 ini sengaja diciptakan di dalam diri anggotnya melalui proses indoktrinisasi yg sistematis & terus menerus. Bentuk phobia itu seperti dikejar2 armagedon, phobia mempertanyakan otoritas MP bahkan kata2 tertentu bagi SSY dpt memicu phobia. Salah satu tujuannya agar SSY tetap terperangkap di dlm organisasi.

      Jk Sdr mengillustrasikan dgn narkoba, sangat tepat & jitu. Butuh waktu yg lama untuk pulih pd kondisi semula. Butuh ‘keinginan’ yg kuat utk kluar. Sdh kluar, ia akan menghadapi kondisi psikologis yg parah. Emang sangat menyakitkan. Sayangnya, di Indonesia belum ada psikolog yg khusus menangani korban kultus.

      Salah satu cara keluar adalah menghentikan aktifitas total dr ritual keagamaannya, terutama proses indoktrinisasi melalui bacaan MP. Krn itu, sy sarankan Dylan istirahat 6 bln. Jk msh beraktifitas, ya agak sulit utk berargumentasi apapun jg.

      Jk Sdr sadar bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati”, sdh belum menginformasikan kepda org Kristen lainnya agar dapat terhindar? :-) Informasikan kpd yg lain ya. Sy melakukannya dgn membagikan kertas yg berisi alamat blog ini kpd teman2 gereja (tentunya tdk kasih tau sy adminnya). Harus ya?!

      Salam kasih Tuhan Yesus

      Delete
    2. Selamat malam Bpk Awi dan selamat ‘bertemu’ lagi setelah cukup lama kita tdk ‘bertemu’. Perkenankanlah saya menanggapi artikel ini yg merupakan artikel terakhir terkait topic ‘Terjemahan Alkitab NWT/TDB’ yg TERNYATA BELUM saya tanggapi.

      1. Pernyataan Bpk Awi, “Sebelum saya memulai artikel kali, ini izinkan saya meminta maaf kepada Sdr Maxi-Sam karena di artikel terakhir itu (Kebohongan Menara Pengawal), saya sempat berkomentar yang saya percaya salah, yaitu tidak mengizinkan Sdr. Maxi memberikan komentarnya di blog ini. Saya tidaklah marah atas argumen-argumen Sdr. Maxi, hanya terbawa rasa emosi; jengkel, melihat argumen-argumennya yang menurut saya; tidak berdasarkan akal sehat atau logika, melainkan mengarah pada debat kusir. Saya harus salut kepada Sdr. Maxi atas kepandaiannya merangsang rasa emosi saya. Saya persilahkan Sdr. Maxi membuat komentar-komentarnya blog ini.”

      TANGGAPAN SAYA : Ok Pak Awi. Permintaan maafnya saya terima. Syukurlah Bpk percaya bahwa apa yg Bpk lakukan adalah salah. Karena terus terang saya kaget dan tidak habis pikir koq orang sekaliber Bpk Awi ternyata bisa mengambil tindakan yg berlawanan dg UNDANGAN yg Bpk ulurkan sendiri. Bahwa argument-argumen saya menurut Bpk Awi tidak masuk akal, dll, silahkan saja itu hak Bpk utk merasa demikian. Saya harap, mudah2an “pengusiran” ini tidak terjadi lagi. Ya, sekali lagi SEMOGA tidak terjadi lagi, meskipun itu sebenarnya memang adalah hak mutlaknya Bpk.

      Pernyataan Bpk, “…Saya tidaklah marah atas argumen-argumen Sdr. Maxi, hanya terbawa rasa emosi; jengkel…” ---- saya koq jadi bingung, emang emosi dan jengkel bukan bentuk lain dari marah ya? He..he..he.. penasaran aja sih.

      Soal pernyataan Bpk, “Saya harus salut kepada Sdr. Maxi atas kepandaiannya merangsang rasa emosi saya”, ------------- terus terang saya tdk merasa spt itu. Apa yang saya lakukan dan katakan melalui komentar2 saya pada dasarnya HANYA MENGIKUTI alur ‘permainan’ yg Bpk Awi lakukan dan yang bahkan Bpk Awi inginkan (Ini buktinya, pernyataan Bpk Awi, “Maaf, memang saya sengaja membuat Sdr. Maxi menjadi emosi karena dari hati yang panas dapat menciptakan kekeliruan dalam berpikir. Dengan demikian dapat menjadi bahan tulisan atau contoh dari tulisan-tulisan saya mengenai perilaku dan pola pikir anggota kultus dalam perspektif psikologi.)”

      Satu hal lagi Pak Awi, hampir SEMUA ISTILAH atau ungkapan yg saya gunakan yg mungkin bisa membuat pembaca blognya Bpk atau dalam kasus ini Bpk Awi sendiri menjadi ‘emosi’, saya HANYA MEMINJAM istilah/ungkapan yg justru Bpk Awi gemar [meminjam istilahnya Bpk Awi] gunakan. Seperti mislnya : ‘bohong/pembohong’, ‘maling teriak maling’, dll, yg tdk perlu sy sebutkan satu-persatu (biasanya itu sy selalu sertai dg pernyataan dlm kurung [meminjam istilahnya Bpk Awi]). Kalau Bpk perhatikan, ada banyak kali sy suka mengatakan “hati-hati lho ‘mulutmu adalah harimaumu’”.

      Makanya, sekali lg saya sangat kaget dan hampir tdk percaya dg respons Bpk, koq orang sekaliber Pak Awi bisa bersikap demikian ya. Belajar dr peristiwa ini, saya hanya bisa MENGHIMBAU sama spt yg sdh pernah disampaikan oleh beberapa pembaca, tolonglah kalau bisa, apakh Bpk Awi tdk bisa menggunakan kosa kata yg lebih sopan dan lebih berterima? Fakta bahwa Bpk saja, yg justru dg sengaja memprovokasi orang utk menjd emosi [asumsi saya berarti seharusnya Bpk tdk akn emosi/marah jika provokasinya ‘dilayani’] tapi akhirnya menjadi emosi sendiri, memperlihatkan bahwa orang lainpun pasti bisa merasa spt Bpk. Saya jd ingat nasihat bijaksana di Amsal 26 : 18, 19 [LAI], “Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut, demikianlah orang yg memperdaya sesamanya dan berkata : ‘ Aku hanya bersenda gurau’” [TDB, ‘Bukankah aku hanya bermain-main?’].
      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    3. -- l a n j u t a n n y a --
      Menurut saya, rasanya sih tdklah elok kalau ada yg emosi setelah membaca blognya Bpk yg katanya ingin memberikan informasi yg berimbang mengenai SSY tp faktanya tidaklah demikian, kemudian Bpk hanya menanggapinya dg mengatakan ‘wah mohon maaf ya, saya sama sekali tdk bermaksud demikian lho’. Tapi sekali lagi ini hanya imbauan lho. Selanjutnya terserah Bpk.

      2. Pernyataan Bpk Awi, “…Ya, kata-kata itu [‘If you find yourself in an indefensible position, just mention another issue and pretend it support your conclusion’] benar-benar menggambarkan bagaimana Sdr. Maxi yang berada di dalam posisi yang lemah mencoba membuat sebuah issue yang lain dan berpura-pura mendukung kesimpulannya…”
      TANGGAPAN SAYA : Dalam keseluruhan tanggapan saya khususnya terkait dg kutipan MP dr JBL setidaknya ada beberapa poin yg saya tekankan di situ :

      PERTAMA ; Kutipan MP soal pernyataan Harner adalah memang BENAR merupakan bagian dari tulisannya yg membahas Yohanes 1 : 1c yaitu “… yang mempunyai predikat anarthrous [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu]“ DAN “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu.” ----- [Jadi, yang di kutip khususnya yg berkaitan dg konstruksi TATA BAHASAnya, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah KUALITATIF dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau TIDAK TERTENTU krn itulah yg MEMANG sesuai KONTEKS argumentasi MP, BUKAN tentang ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner]

      KEDUA ; Berdasarkan FAKTA 2 pernyataan itu, MP MEMBUAT KESIMPULAN dg pernyataan ini : “Seperti dikatakan Journal, INI MENUNJUKAN bahwa lo’gos bisa di samakan dengan suatu allah”. ----- [Konteksnya memperlihatkan bahwa yg di maksud dg frase ‘seperti dikatakan Journal’ adalah soal ‘KUALITATIF’ dan ‘TIDAK TERTENTU’ --- lihat diatas]

      KETIGA ; kalau spt yg dikatakan Harner bahwa kata “theos” tersebut “TIDAK DAPAT DIANGGAP TERTENTU”, apakah salah kalau saya menyimpulkan bahwa itu BERARTI kata “theos” tsb adalah “TIDAK TENTU”? Rasa-rasanya sih, tidak salah dong ... Jd, krn kata “theos” tsb adalah “TIDAK TERTENTU” [DAN mengandung arti “KUALITATIF”], maka sewaktu seseorang atau dlm hal ini LMP menerjemahkan secara LITERAL ayat 1c tsb menjadi “dan Firman itu adalah suatu allah” karena TUNTUTAN TATA BAHASA dlm bahasa Inggris, dimanakah letak kesalahannya/kebohongannya?”

      Jadi, apakah saya sedang mencoba membuat issue lain krn posisi saya yg lemah sbgmn tuduhannya Bpk Awi? Rasanya sih argumentasi saya masih SESUAI dg ISSUE yg sedang dibahas, yaitu, apkh MP sedang ‘berbohong’[meminjam istilahnya Bpk Awi] atau tidak sewaktu mengutip kesimpulannya Harner terkait dg konstruksi TATA BAHASA Yunani, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah “KUALITATIF” dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau “TIDAK TERTENTU”. Ini merupakan salah satu POIN PENTING dr argument MP mengapa terjemahan ‘firman itu adalah suatu allah’ DAPAT DIBENARKAN!! Jadi, BUKAN ttng ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner. Makanya, menurut saya, sepertinya Bpk Awi yg TIDAK BISA MELIHAT dan MEMAHAMI poin penting dr argument MP tsb, sehingga ‘penafsiran’ Bpk atas kutipan MP itu saya katakan keluar dr konteksnya!!
      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    4. -- l a n j u t a n n y a --
      Utk lebih jelasnya, berikut ini saya sertakan kutipan yg ‘lumayan lengkap’ dari buku HAPKT : --- Awal kutipan --- “Firman Itu Adalah Allah” YOHANES 1:1 berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Para penganut Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho lo′gos) yang datang ke bumi sebagai Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri.

      Tetapi, perhatikan bahwa di sini pula ikatan kalimatnya memberikan dasar untuk pengertian yang benar. Ayat itu berbunyi “Firman itu bersama-sama dengan Allah.” (Cetak miring red.) Seseorang yang “bersama-sama” dengan pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai dengan ini, Journal of Biblical Literature, dengan penyunting imam Yesuit Joseph A. Fitzmyer, mengomentari bahwa jika bagian akhir dari Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini “akan bertentangan dengan ungkapan sebelumnya,” yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah.

      Perhatikan juga, bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan bagian dari ayat ini:
      1808: “dan firman itu adalah suatu allah.” The New Testament in an Improved Version, Upon the Basis of Archbishop Newcome’s New Translation: With a Corrected Text.
      1864: “dan suatu allah firman itu.” The Emphatic Diaglott, terjemahan baris demi baris, oleh Benyamin Wilson.
      1928: “dan Firman itu adalah suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire, L’Evangile selon Jean, oleh Maurice Goguel.
      1935: “dan Firman itu ilahi.” The Bible—An American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
      1946: “dan Firman itu memiliki sifat ilahi.” Das Neue Testament, oleh Ludwig Thimme.
      1950: “dan Firman itu adalah suatu allah.” New World Translation of the Christian Greek Scriptures.
      1958: “dan Firman itu adalah suatu Allah.” The New Testament, oleh James L. Tomanek.
      1975: “dan suatu allah (atau, memiliki sifat ilahi) Firman itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Siegfried Schulz.
      1978: “dan bersifat ilahi Logos itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Johannes Schneider.

      Dalam Yohanes 1:1 kata benda Yunani the•os′ (allah) muncul dua kali. Yang pertama memaksudkan Allah Yang Mahakuasa, dengan siapa Firman itu ada bersama-sama (“Firman itu [lo′gos] bersama-sama dengan Allah [bentuk dari the•os′]”). The•os′ yang pertama didahului oleh kata ton (bahasa Inggris, the), suatu bentuk kata sandang tertentu bahasa Yunani yang menunjuk kepada identitas yang pasti, dalam hal ini Allah Yang Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”]”).

      Sebaliknya, TIDAK ADA KATA SANDANG di depan kata the•os′ yang kedua dalam Yohanes 1:1. Jadi TERJEMAHAN yang AKSARA akan berbunyi, “Firman itu allah.” Namun kita telah melihat bahwa banyak terjemahan menyebutkan the•os′ (kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai “bersifat ilahi,” “seperti allah,” atau “suatu allah.” DENGAN WEWENANG APA MEREKA MELAKUKAN INI? [Huruf besar oleh saya]

      Bahasa Yunani Koine (sehari-hari) mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, the), namun tidak memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa Inggris, a atau an, atau suatu). JADI BILA SEBUAH KATA BENDA YANG MENJADI PREDIKAT TIDAK DIDAHULUI OLEH KATA SANDANG TERTENTU, BISA JADI INI TIDAK TENTU, BERGANTUNG PADA IKATAN KALIMATNYA. [Huruf besar oleh saya]

      Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].” Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo′gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the•os′] tidak dapat dianggap tertentu.” [INI KUTIPAN YANG ‘DIPERMASALAHKAN’ OLEH BPK AWI]

      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    5. -- l a j u t a n n y a --
      Jadi Yohanes 1:1 MENONJOLKAN SIFAT DARI FIRMAN [Huruf besar oleh saya], bahwa ia “ilahi,” “seperti allah,” “suatu allah,” namun bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini selaras dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab, yang menunjukkan bahwa Yesus, yang di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara Allah, adalah suatu pribadi lebih rendah yang taat, diutus ke bumi oleh Atasan-Nya, Allah Yang Mahakuasa.

      Ada banyak ayat-ayat Alkitab lain yang oleh hampir semua penerjemah secara konsisten disisipi kata sandang “suatu” (bahasa Inggris, a) pada waktu mereka menerjemahkan kalimat-kalimat Yunani yang mempunyai susunan yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh, dalam Markus 6:49, ketika murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version menyatakan: “Mereka mengira bahwa ini adalah suatu roh.” Dalam bahasa Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan “roh.” Namun hampir semua terjemahan dalam bahasa lain menambahkan kata “suatu” agar cocok dengan ikatan kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1 memperlihatkan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah melainkan “suatu allah,” atau “ilahi.”

      Joseph Henry Thayer, seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan American Standard Version, menyatakan dengan sederhana: “Logos itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary of the Bible: “Yoh 1:1 harus dengan saksama diterjemahkan . . . ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’” --- Akhir kutipan ---

      APA YG DAPAT DISIMPULKAN DARI KUTIPAN YG ‘LUMAYAN LENGKAP’ INI?

      PERTAMA : Ternyata ada juga terjemahan2 Alkitab lain [termasuk terjemahan Trinitarian] yg menerjemahkan ayat tsb sama dengan NWT/TDB atau mempunyai makna yg sama. Selain itu, Joseph Henry Thayer, seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan American Standard Version, menyatakan dengan sederhana: “Logos itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary of the Bible: “Yoh 1:1 harus dengan saksama diterjemahkan . . . ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’”

      KEDUA : Kutipan MP terkait dg tulisannya Harner adalah dalam konteks utk menjelaskan DENGAN WEWENANG APA MEREKA [para penerjemah Alkitab tsb, termasuk penerjemah NWT/TDB] MELAKUKAN INI [menerjemahkan kata ‘theos’ itu sbg “bersifat ilahi,” “seperti allah,” atau “suatu allah”]? Jadi, sekali lagi, yang di kutip khususnya yg berkaitan dg konstruksi TATA BAHASAnya, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah KUALITATIF dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau TIDAK TERTENTU, BUKAN tentang ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner.

      Makanya pertanyaan Bpk Awi , “Tetapi apakah pernyataan Harner itu dapat menjadi pembenaran bagi Menara Pengawal mengutip Harner seolah-olah ia setuju terjemahan Menara Pengawal?” ------ menurut saya SANGAT DILUAR KONTEKSNYA. Apakah memang ada tersurat atau tersirat bahwa tujuan kutipan MP itu merupakan ‘PEMBENARAN seolah-olah Harner SETUJU dg TERJEMAHAN MP?” Sama sekali TIDAK!!! Makanya Pak Awi, saran saya sekali lagi, JANGAN GEMAR ‘MENTAFSIRKAN’ [meminjam istilahnya Bpk Awi] pikiran dan tulisan MP dengan mengutip sepotong2 diluar konteksnya!!

      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    6. -- l a n j u t a n n y a --
      Sebagai informasi tambahan, Jason BeDuhn, dlm bukunya ‘Truth In Translation’ hlm 121, 123 dan 124 mengatakan sehubungan dg tulisan Harner : “In my opinion, Harner successfully make the case that predicate nouns without the article placed before the verb tend to have a qualitative function…This brings us back to John 1:1. Harner points out that if John had wanted to say “The Word was God,” he could have written ‘ho logos en ho theos’. But he didn’t. If he wanted to say “The Word was a god’, he could have written ‘ho logos en theos’. But he didn’t. Instead John took the anarthrous predicate noun and placed it before the verb, which to Harner suggests that John was not interested in definiteness or indefiniteness, but in character an quality. Nevertheless, Harner concludes, “There is no basis for regarding the predicate ‘theos’ as definite,” and “In John 1:1 I think that the qualitative force of the predicate is so prominent that the noun cannot be regarded as definite” (Harner 1973, pages 85 and 87). So, although Harner tries very hard to be deferential to Colwell and to not set up his article as a refutation of “Colwell’s Rule,” he recognizes in the end that qualitative character of this kind of sentence precludes the definiteness of the noun. If Harner is right, then Colwell cannot be, and vice versa.

      Harner rejects outright the renderings “the Word was God” (KJV, NASB, NAB, NRSV, NIV) and “He was the same as God” (TEV) as inaccurate translations of John 1:1c (Harner, page 87). He gives qualified approval to the translation “the Word was divine”, at the same time offering other suggestions. I am comfortable with this translation as well, since it communicates in an English idiom what the original text says in Greek idiom. What Harner “qualitative” function of Greek predicate nouns, and what I call the Greek “expression of class” amounts basically to the same thing. A person who writes a sentence in this way is telling us that the subject belongs of the class or category represented by the predicate noun (“The car is a Volkswagen”). In English, we often accomplish the same thing by using what we call “predicate adjectives”. We can say “john is a smart person”, or we can say “John is smart”. The latter is an example of a predicate adjective, and you can see that it means ecactly the same the same thing as saying “John is a smart person”. Both sentences place John in category of smart persons, but one does it by using a noun phrase (“a smart person”) and the other does it by using an adjective (“smart”). So if the meaning of “the Word was a god”, or “the Word was a divine being” is that the Word belongs to the category of divine beings, then we could translate the phrase as “the Word was divine”. The meaning is the same in either case, and is summed up well by Harner as “ho logos…had the nature of theos” (Harner, page 87)

      When you compare the key clause of John 1:1 in the nine translation [KJV, NRSV, NIV, NAB, NASB, AB, TEV, LB, NW], you find that all but one of these translations give the word “god” a definite sense, even though the Greek word theos lacks the article necessary to make it definite. Surprisingly, only one, the NW, adheres to the literal meaning of the Greek, and translates ‘a god’.”

      Juga di hlm 129 : “I am in basic agreement with Harner that theos in John 1:1 is used qualitatively. I think the best translation would be : ‘And the Word was divine’. Goodspeed and Moffatt came to the same conclusion long ago…”

      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    7. -- l a n j u t a n n y a --
      Akhirnya di hlm 132, BeDuhn menyimpulkan : “Grammatically, John 1 : 1 is not a difficult verse to translate. It follows familiar, ordinary structures of Greek expression. A lexical (“interlinear”) translation of the controversial clause would read : “And a god was the Word.” A minimal literal [“formal equivalence”] translation would rearrange the word order to match proper English expression : “And the Word was a god.” The preponderance of evidence, from Greek grammar, from literary context, and from cultural environment, supports this translation, of which “the Word was divine” would be a slightly more polished variant carrying the same basic meaning. Both of these renderings are superior to the traditional translation which goes against three key factors that guide accurate translation.”

      Menarik utk diperhatikan bahwa KESIMPULAN Jason BeDuhn berdasarkan hasil penelitian Harner sbgmn yg dia kutip dlm bukunya itu sehubungan dg bagaimana SEHARUSNYA Yohanes 1:1 diterjemahkan SAMA SEKALI TIDAK SAMA/BERBEDA dengan kesimpulan dan pemikirannya Harner. Pertanyaannya adalah : Apakah itu menjadikan BeDuhn seorang yang tidak jujur atau ‘pembohong’ sbgmn tuduhannya Bpk Awi terhadap MP hanya krn ia mengutip Harner ‘tdk sesuai’ dg konteks? Menurut saya, hanya orang yang sangat tidak suka/sangat benci atau sangat anti MP/SSY yg akan menjawab “YA”!!!

      3. Pernyataan Bpk Awi, “… argumentasi rhetorical fallancy yang disebut sebagai straw man argument atau argumentasi manusia jerami, yaitu mengabaikan diskusi yang sesungguhnya dan menggantinya dengan suatu skenario yang salah dan dilebih-lebihkan dalam upaya memenangkan sebuah argumentasi. Sdr Maxi berhasil menciptakan ini yaitu mengganti substansi diskusi kebohongan Menara Pengawal yaitu mengutip Harner secara keliru lalu menggantinya dengan sebuah tulisan Harner juga …Perlu pembaca blog ini perhatikan bahwa Sdr. Maxi sama sekali tidak membahas tentang 5 pilihan Harner itu yang dikutip secara keliru oleh Menara Pengawal, melainkan menggantinya total dengan tulisan Harner lainnya dengan mengembangkan argumentasi yang bersifat spekulasi melampaui tulisan Harner.”

      TANGGAPAN SAYA : Menurut saya, JUSTRU Bpk Awilah yg memulai argumentasi ‘manusia jerami’. Mengapa saya katakan demikian? Tolong dibaca lagi poin 2 diatas, dan silahkan perhatikan dlm konteks apa MP mengutip pernyataan Harner. POINNYA adalah : Kutipan MP terkait dg tulisannya Harner dalam konteks utk menjelaskan DENGAN WEWENANG APA MEREKA [para penerjemah Alkitab tsb, termasuk penerjemah NWT/TDB] MELAKUKAN INI [menerjemahkan kata ‘theos’ itu sbg “bersifat ilahi,” “seperti allah,” atau “suatu allah”]? Makanya, yang di kutip khususnya yg berkaitan dg konstruksi TATA BAHASAnya, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah KUALITATIF dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau TIDAK TERTENTU. Nah, kalau spt yg dikatakan Harner bahwa kata “theos” tersebut “TIDAK DAPAT DIANGGAP TERTENTU”, apakah salah kalau saya menyimpulkan bahwa itu BERARTI kata “theos” tsb adalah “TIDAK TENTU”? Rasa-rasanya sih, tidak salah dong ... Jd, krn kata “theos” tsb adalah “TIDAK TERTENTU” [DAN mengandung arti “KUALITATIF”], maka sewaktu seseorang atau dlm hal ini LMP menerjemahkan secara LITERAL ayat 1c tsb menjadi “dan Firman itu adalah suatu allah” karena TUNTUTAN TATA BAHASA dlm bahasa Inggris, dimanakah letak kesalahannya/kebohongannya?” Sekali lagi tolong Bpk Awi jawab dg jujur.

      Ada beberapa hal menarik sehubungan dg pernyataan Bpk Awi : “Sdr. Maxi sama sekali tidak membahas tentang 5 pilihan Harner itu yang dikutip secara keliru oleh Menara Pengawal, melainkan menggantinya total dengan tulisan Harner lainnya…”

      PERTAMA : Saya ‘sama sekali tidak’ membahas 5 pilihan Harner karena MEMANG TIDAK SESUAI DG KONTEKS tujuan artikel MP tsb!!

      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    8. -- l a n j u t a n n y a --
      KEDUA : Setelah saya perhatikan dg saksama, artikel MP sama sekali TIDAK SEDANG MEMBAHAS tentang ‘5 pilihan Harner itu’. Bolehkah Bpk Awi tunjukan dimana persisnya letak pernyataan Bpk Awi ‘tentang 5 pilihan Harner itu yang dikutip secara keliru oleh Menara Pengawal’?

      KETIGA : Apa yg tidak saya bahas krn artikel MP itu memang tidak membahasnya [krn memang tidak relevan], JUSTRU ITULAH yang Bpk Awi bahas dan ‘permasalahkan’ bahkan dg menuduh MP sengaja ‘membohongi’ pembacanya!!

      Sebenarnya, Bpk Awilah yg “menggantinya total” dg tulisan Harner lainnya. Ini terlihat jelas dlm pernyataan Bpk berikut ini : “Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu].“ seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu. (Haruskah Anda Percaya kepada Tritunggal hlm. 27) Perhatikan kalimat yang saya bold yang diklaim jurnal itu mengatakannya. Nah, apakah jurnal itu mengatakannya? Tidak. Karena Harner, penulis jurnal itu sedang membuat 5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c …”

      MENURUT SAYA, kutipan MP soal pernyataan Harner yg membahas Yohanes 1 : 1c yaitu “… yang mempunyai predikat anarthrous [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu]“ DAN “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu” BERKAITAN dg konstruksi TATA BAHASAnya, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah KUALITATIF dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau TIDAK TERTENTU, BUKAN tentang ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner.

      Makanya, berdasarkan FAKTA 2 pernyataan itu, MP MEMBUAT KESIMPULAN ini : “Seperti dikatakan Journal, ini menunjukan bahwa lo’gos bisa di samakan dengan suatu allah”. ----- Sekali lagi, konteksnya memperlihatkan bahwa yg di maksud dg frase ‘SEPERTI DIKATAKAN JOURNAL’ adalah soal ‘KUALITATIF’ dan ‘TIDAK TERTENTU’, BUKAN tentang ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner. Jadi, siapa yg sebenarnya memulai argumentasi ‘straw man’? Bukankah Bpk Awi sendiri?

      4. Pernyataan Bpk Awi, “Sesungguhnya, esensi tulisan Mantey yang dikutip secara keliru adalah sama dengan tulisan Harner. Dan cerdasnya Sdr. Maxi adalah beliau tidak sudi membahas tulisan Mantey karena dalam tulisan Mantey tidak ada yang bisa dijadikan ‘manusia jerami’ oleh Sdr. Maxi. Mutlak Menara Pengawal mengutip Mantey di luar konteks. Sdr. Maxi cerdas dan pintar tidak ingin membahasnya.”

      JAWABAN SAYA : Benarkah dan yakinkah Bpk bahwa ‘esensi tulisan Mantey yang dikutip secara keliru adalah sama dengan tulisan Harner’? Yakinkah Bpk bahwa ‘mutlak MP mengutip Mantey diluar konteks’? Yakinkah Bpk bahwa saya ‘tidak sudi membahas tulisan Mantey krn tidak ada yg bisa dijadikan ‘manusia jerami’ oleh saya’? Sekali lagi, Bpk Awi, tolonglah utk tidak gemar ‘menafsirkan’ atau membaca pikiran orang lain. Bagi saya, pernyataan2 Bpk ini menunjukan bahwa Bpk Awi TIDAK MEMAHAMI secara menyeluruh ‘esensi tulisan Mantey dengan esensi tulisan Harner’!!! Saya senang menganjurkan Bpk utk tolong baca lagi dg cermat tulisan mereka berdua terkait dg bagaimana seharusnya Yohanes 1:1 diterjemahkan dan khususnya surat Mantey terkait dg hasil penelitian Harner!!!

      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    9. -- l a n j u t a n n y a --
      JAWABAN SAYA : Spt yg sdh beberapa kali saya tandaskan, saya TIDAK dalam posisi MEMBELA MP. MP tidak membutuhkan saya utk membela mrk. Mrk bisa membela diri mrk sendiri!! Kapasitas saya adalah secara PRIBADI yg kebeneran adalah salah seorang SY. Sbg seorang SY, saya MENGENAL BAIK & MEMAHAMI publikasi2 yg diterbitkan oleh MP krn saya adalah pembaca setia publikasi2 tsb. Berbanding TERBALIK dg Bpk Awi yg mengklaim ‘sdh lulus sekolah teologia MP/SSY’, “... memahami seluruh doktrin Menara Pengawal (bukan ingin sombong ya). Coba perhatikan ulasan-ulasan saya dalam perspektif sejarah ataupun doktrin. Bahkan saya berani mengatakan bahwa pengetahuan yg saya miliki melampaui rata-rata pengetahuan seorang SY”, maupun klaim2 yg serupa : “…di tengah-tengah KEBENARAN tulisan [Bpk Awi]”, “artikel-artikel [Bpk Awi] yang sah berdasarkan logika” telah terbukti secara ilmiah” ----

      FAKTANYA, sbgmn sudah saya buktikan dan akan terus saya buktikan, tulisan2 Bpk terkait dg MP/SSY memang banyak berisi ‘fitnah, mengutip di luar konteks tulisan Menara Pengawal, benci kepada Saksi Yehuwa dan Menara Pengawal’, bahkan tidak segan2 Bpk sampai harus ‘MEMBOHONGI’ [meminjam istilahnya Bpk Awi] para pembaca dlm upaya Bpk utk mendiskreditkan MP/SSY!!

      Ya, sbg pembaca blognya Bpk, sy bisa dg sangat jelas melihat bahwa “pentafsiran” Bpk [meminjam istilahnya Bpk Awi] atas tulisan2 MP sangat2lah tidak akurat sehingga bisa menyesatkan. Dan sbg seorang SY sekaligus pembaca setia publikasi2 terbitan MP, saya PASTI LEBIH TAHU dan PAHAM betul apa yg sebenarnya ditulis oleh MP sehingga saya bisa mengatakan bahwa kutipan2 Bpk memang diluar konteks. Dlm hal ini, saya hanya ingin mengingatkan kembali kata2 Martha Rumimper, bahwa Bpk Awi MEMANG “Ibarat orang Perancis yang gak pernah ke Jogja tapi ngotot tahu mengenai Jogja sama orang Jogja.”

      Mengenai pernyataan Bpk Awi bahwa “tulisan-tulisan [Maxi - Sam] diulang-ulang agar pembaca pada akhirnya bingung sendiri…agar pembaca blog ini yakin bahwa [Maxi - Sam] yang benar” ------------- saya hanya bisa mengatakan ‘lihatlah siapa yg bicara’. Bagi saya pribadi, KEBANYAKAN artikel tulisan Bpk diblog ini SEMUANYA adalah ‘DIULANG-ULANG’ agar pembaca blog ini yakin bahwa Bpk Awi-lah yg benar dan MP/SSY yg salah!!

      7. Pernyataan Bpk lainnya : “Dia mencoba menyerang pribadi saya, bukan pada pokok diskusi. Yang lucunya adalah keterbatasan pengetahuan Sdr Maxi yaitu tidak memahami istilah rhetorical fallancy dan istilah-istilah lainnya menjadikan seolah-olah “keakuan” saya keluar. Padahal, ketidak-tahuan dia membuktikan pengetahuan dia terbatas. Seharusnya ia mencari di google untuk mengetahui apa artinya, tapi sebaliknya menyerang kepribadian saya. Tentunya pembaca bisa melihat langsung kata-kata lainnya yang digunakan seperti sombong, arogan dan lain-lain yang hanya untuk merangsang emosi lawan debatnya.”
      -- b e r l a n j u t --

      Delete
    10. -- l a n j u t a n n y a --
      JAWABAN SAYA : Mari kita lihat KONTEKS pernyataan2 saya itu. Berikut ini tanggapan saya waktu itu : Maxi – Sam 11 Apr 2012 09:31:00 --------- Pernyataan Bpk Awi, “Ngak perlu buat argumentasi ‘Appeal to Authority – lah krn Sdr pun bukan ahlinya dan sy yakin Sdr gak mengerti 100% apa yang ditulis oleh MP. Sdr hnya ‘copas’ saja dr publikasi MP.” TANGGAPAN SAYA : Ya, saya akui memang saya bukan ahli apa2 koq, beda dg Bpk Awi yg adalah orang pintar/ahli dlm banyak bidang termasuk bidang “pentafsiran” tulisan MP dan “pentafsiran” pikiran orang. Pernyataan Bpk Awi bahwa saya gak mengerti 100% apa yg ditulis oleh MP, bagi saya itu memperlihatkan betapa sombong dan arogannya Bpk Awi. Saya hanya ingin mengutip kembali ilustrasi Sdri Martha Rumimper soal orang Prancis yg belum pernah ke Jogya tapi ngotot sama orang Jogya bahwa dia tahu semua hal menyangkut Jogya. Kurang lebih sama dg Bpk Awi, yang meskipun bukan seorang SY tapi ngotot kpd saya yg adalah seorang SY bahwa “pengetahuan” Bpk Awi ttng tulisan2 MP jauh lebih banyak dari saya. He..he..he.. betapa sombong dan arogannya.”

      JUGA tanggapan saya : Maxi – Sam 11 Apr 2012 21:38:00 --- Pernyataan Bpk Awi, “Istilah-istilah yg sy gunakan bukan utk membuktikan 'keakuan' sy, hanya wawasan sdr yg kurang shg gak ngerti. Kasihan, wawasan Sdr yg kurang malahan sy dipersalahkan. Aneh nih kamu. Mestinya Sdr banyak belajar dan baca; jangan cuma baca publikasi MP!” TANGGAPAN SAYA : He..he..he..Saya hanya menyampaikan “kesan” saya saja koq. Memang Bpk Awi, sekali lg dibandingkan dg Bpk “wawasan saya kurang”. Tapi apkh ada tersirat dlm pernyataan saya bahwa saya “mempersalahkan” Bpk. Lagi-lagi Bpk salah “mentafsirkan” tulisan dan pikiran saya. Terima kasih utk saran Bpk supaya saya “banyak belajar dan baca”, itu memang sangat bermanfaat. Tp sayang saran Bpk tsb diakhiri dg pernyataan, “jangan cuma baca publikasi MP!” Yakinkah Bpk bahwa saya “cuma” membaca publikasi2 MP saja. Saya punya dan sdh membaca buku2 yg di terbitkan oleh penerbit2 Kristen lainnya. Lagi-lagi Bpk salah “mentafsirkan” saya. --

      Nah, siapakah yg sebenarnya selalu ‘menyerang orangnya bukan argumennya’ [ad hominem]? Jawabannya adalah : Bpk Awi!!! [Ini beberapa buktinya : “sy yakin Sdr gak mengerti 100% apa yang ditulis oleh MP. Sdr hnya ‘copas’ saja dr publikasi MP” ------ “hanya wawasan sdr yg kurang shg gak ngerti...wawasan Sdr yg kurang malahan sy dipersalahkan. Aneh nih kamu…jangan cuma baca publikasi MP”] --------- Berdasarkan beberapa pernyataan Bpk ini [dan masih banyak lagi pernyataan2 yg ‘mirip’ dg itu], berlebihankah kalau saya menyimpulkan “betapa sombong dan arogannya” Bpk Awi?

      Pernyataan saya waktu itu : “He..he..he.. mulai keluar nih “keakuan”nya Bpk Awi. Sama Pak, saya juga bingung dg istilah2 yg Bpk Awi gunakan [ rhetorical fallancy, dll ]” ------ sebenarnya hanyalah mengekspresikan ‘KESAN’ saya atas pernyataan Bpk “Terus terang ya saya pernah ambil 1 semester filsafat waktu kuliah…” [Saya mendapati cukup banyak pernyataan2 yg ‘mirip’ dg itu diblognya Bpk ini]. Menurut saya, ada PERBEDAAN ARTI yg sangat besar antara menyatakan ‘kesan’ dg ‘menyerang kepribadian’ Bpk!!

      Demikian tanggapan saya. Sekian dan terima kasih. Sampai ‘bertemu’ lagi.
      -- s e l e s a i --

      Delete
  3. Dear Bpk.Awi

    Sebelumnya, saya mengucapkan:
    SELAMAT HARI NATAL dan TAHUN BARU 2013
    Semoga Bp. Awi dan semua pembaca blog ini senantiasa dalam lindungan Tuhan Yesus.

    Lama sya tidak berkunjung ke blog ini krn pulang kampung.
    Para pembaca blog ini, bolehkah saya minta tolong, APA INTISARI dari komentar Bp. Maxi-Sam ini?
    Saya berulang kali baca, koq ga ngerti.

    Sebelumnya terima kasih

    Salam:
    Nona

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Sdri Nona

      Selamat Natal dan Tahun baru juga buat Sdri Nona.

      Maaf, saya tidak membaca komentar Sdr Maxi Sam, hanya buang-buang waktu saja.

      Seperti yang pernah saya katakan, Sdr Maxi ini berpikir bahwa dengan begitu banyak memberi komentar maka ia sudah membuat point yang sangat bagus dan membuat blog ini menjadi tidak kredibel.

      Komentarnya yang begitu banyak seperti orang yang berteriak-teriak untuk membuktikan dirinya benar. Padahal menilai suatu argumentasi benar atau salah tidaklah berdasarkan seberapa besar ia berteriak. Tetapi seberapa banyak orang memahami apa yang dikatakannya. Jadi meskipun berkomentar sedikit tetapi jika 'berisi' maka pointnya itu dapat dimengerti oleh orang lain. Ini yang utama

      Sayangnya meskipun sudah berulang kali pembaca blog ini mengingatkan Maxi akan hal ini, tetapi ia terlalu bebal untuk memahaminya sehingga selalu mengulang-ulang kesalahan yang sama.

      Sdr Maxi adalah pengunjung reguler blog ini dan sudah berkomentar sejak awal blog ini dibuat. Ia pikir dengan memberi komentar maka dapat memberi pemahaman yang berimbang akan MP yg sesungguhnya. Sayangnya, artikel-2 yg saya buat sudah terlalu banyak mengungkap ttg organisasi Menara Pengawal sebagai organisasi kultus, doktrin palsunya yang tidak didasarkan Alkitab, dan nabi palsu. Lihat Ajaran Saksi Yehuwa: Bidat atau Sejati. Dan tidak satupun dibantahnya. Padahal pembaca blog ini mau melihat ia membantahkanya.

      Jadi apapun juga ia coba lakukan sungguh sia-sia belaka. Malahan ia secara tidak langsung telah memperlihatkan kredibilitasnya sebagai seorang penatua SSY. Pembaca blog ini semakin tahu kualitas SSY dari sisi intelektual dan argumentasi

      Salam kasih Tuhan Yesus

      Delete
    2. Selamat siang Sdri ‘Nona’. Selamat ‘bertemu’ kembali. Perkenankanlah saya menjawab pertanyaan Sdri soal APA INTISARI komentar saya ini.

      1. Bpk Awi ‘menuduh’ MP ‘berbohong’ kpd pembacanya krn menurut Bpk Awi, mengutip tulisan Harner di JBL (Journal of Biblical Literature) ‘tdk sesuai konteks’. Bpk Awi membuktikan ‘tuduhannya’ itu dg menjelaskan panjang lebar tulisan Harner soal ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c…’

      Nah, saya mengatakan bahwa dari apa yg saya baca, ‘tuduhan’ tsb sama sekali TIDAK BENAR krn tulisan Harner yg dikutip oleh MP dlm buku HAPKT (Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal, hlm 27) “yang mempunyai predikat anarthrous [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama mengandung arti kualitatif [menunjukkan sifat tertentu]“ DAN “Kekuatan kualitatif dari predikatnya begitu menonjol sehingga kata bendanya [the’os] tidak dapat dianggap tertentu” --- MENURUT SAYA, BERKAITAN dg konstruksi TATA BAHASAnya, apkh ‘theos’ di ayat tsb adalah KUALITATIF dan apakah ‘the’os’ di ayat tsb adalah TERTENTU atau TIDAK TERTENTU.

      Jadi konteks bahasannya BUKAN tentang ‘5 buah skenario alternatif rasul Yohanes dapat buat pola-pola kalimat di Yoh. 1:1c’ atau bagaimana ayat itu harus diterjemahkan menurut PEMIKIRANNYA Harner sebagaimana yg dibahas oleh Bpk Awi. [Silahkan baca kembali kutipan yang ‘lumayan lengkap’ dari buku HAPKT]

      Makanya, berdasarkan FAKTA 2 pernyataan itu, MP MEMBUAT KESIMPULAN ini : “Seperti dikatakan Journal, ini menunjukan bahwa lo’gos bisa di samakan dengan suatu allah”. ----- Sekali lagi, konteksnya memperlihatkan bahwa yg di maksud dg frase ‘SEPERTI DIKATAKAN JOURNAL’ adalah soal ‘KUALITATIF’ dan ‘TIDAK TERTENTU’. Kalau berdasarkan KONSTRUKSI TATA BAHASA Yunani Koine, Harner mengatakan bahwa kata “theos” tersebut “TIDAK DAPAT DIANGGAP TERTENTU”, apakah salah kalau saya menyimpulkan bahwa itu BERARTI kata “theos” tsb adalah “TIDAK TENTU”? Rasa-rasanya sih, tidak salah dong ...

      Jadi, krn kata “theos” tsb adalah “TIDAK TERTENTU” [DAN mengandung arti “KUALITATIF” sbgmn kesimpulannya Harner], maka sewaktu seseorang atau dlm hal ini LMP menerjemahkan secara LITERAL ayat 1c tsb menjadi “dan Firman itu adalah suatu allah” karena TUNTUTAN TATA BAHASA dlm bahasa Inggris, dimanakah letak kesalahannya/kebohongannya?” Sekali lagi tolong Bpk Awi jawab dg jujur.

      Utk menandaskan bahwa menurut saya MP TIDAK berbohong sbgmn ‘tuduhannya’ Bpk Awi, saya juga mengutip tulisan BeDuhn yg dlm tulisannya JUGA mengutip serta membahas tulisan Harner “There is no basis for regarding the predicate ‘theos’ as definite,” and “In John 1:1 I think that the qualitative force of the predicate is so prominent that the noun cannot be regarded as definite” (Harner 1973, pages 85 and 87)

      Menarik utk diperhatikan bahwa KESIMPULAN Jason BeDuhn berdasarkan hasil penelitian Harner sbgmn yg dia kutip dlm bukunya itu sehubungan dg bagaimana SEHARUSNYA Yohanes 1:1c diterjemahkan SAMA SEKALI TIDAK SAMA/BERBEDA dengan kesimpulan dan pemikirannya Harner. Pertanyaannya adalah : Apakah itu menjadikan BeDuhn seorang yang tidak jujur atau ‘pembohong’ sbgmn tuduhannya Bpk Awi terhadap MP hanya krn ia mengutip Harner ‘tdk sesuai’ dg konteks? Menurut saya, hanya orang yang sangat tidak suka/sangat benci atau sangat anti MP/SSY yg akan menjawab “YA”!!!

      2. Bpk Awi juga ‘menuduh’ MP ‘berbohong’ krn mengutip tulisannya Mantey secara keliru. Pernyataan Bpk Awi, “Sesungguhnya, esensi tulisan Mantey yang dikutip secara keliru adalah sama dengan tulisan Harner. Dan cerdasnya Sdr. Maxi adalah beliau tidak sudi membahas tulisan Mantey karena dalam tulisan Mantey tidak ada yang bisa dijadikan ‘manusia jerami’ oleh Sdr. Maxi. Mutlak Menara Pengawal mengutip Mantey di luar konteks. Sdr. Maxi cerdas dan pintar tidak ingin membahasnya.”

      -- b e r l a j u t --

      Delete

Tolong SEBUTKAN Nama Atau Initial Anda saat memberi komentar agar memudahkan Mitra diskusi Anda mengidentifikasikan Anda.

Non Kristiani, mohon tidak memberi komentar.

Jika Anda ingin komentar, silahkan klik DI SINI DULU

.