Edukasi Adalah Kekuatan Untuk Mengevaluasi dan Mengkaji Ajaran Sesat

jangan pernah meremehkan kekuatan orang bodoh dalam kelompok yang besar saksi yehuwa
Jangan Meremehkan Kekuatan
Orang Bodoh dalam Grup yang Besar
STATUS FACEBOOK MILIK Ade Armando pada Kamis (20/4/2017), dosen komunikasi Universitas Indonesia, menyatakan, “Orang pintar milih Ahok. Orang bodoh milih Anies. Jadi kalau sekarang Ahok kalah artinya jumlah orang bodoh jauh lebih banyak daripada orang pinter. Simpelkan?,”. Sebagai dosen komunikasi di universitas terbaik di negeri ini, pernyataan Armando itu punya dasar yang bisa dipertanggungjawabkan karena menurut penelitian Rico Marbun, Direktur Survei Eksekutif Media Survei Nasional (Median), yang dilakukan pada tanggal 1-6 April 2017, sebanyak 60,4 persen pemilih Anies adalah emosional dan hanya 31,4 persen rasional. Sementara pemilih Ahok-Djarot, 67,1 persen rasional dan hanya 18,2 persen yang emosional. Artinya apa? Banyak orang yang memilih Anies karena faktor emosional; kurang daya nalar entah karena masalah keagamaan ataupun pendidikan yang kurang atau rendah. Sedangkan pemilih Ahok didasarkan pada daya nalar dan berpendidikan tinggi.

Jadi pernyataan terkenal dari George Carlin yaitu “Jangan pernah meremehkan kekuatan orang bodoh dalam sebuah kelompok besar” ada benarnya juga.

Seperti yang berulang-ulang saya katakan bahwa kasus Pilkada DKI kali ini bisa memberikan pelajaran banyak hal tentang propaganda, pembentukkan pola pikir sebagian orang, dan sekaligus teknik-teknik pembodohan yang dilakukan segelintir orang kepada rakyat atas nama agama. Apakah rakyat kecil sadar bahwa mereka telah dibodohi dan dimanipulasi sedemikian rupa demi kesuksesan agenda tersembunyi segelintir politikus yang haus akan kekuasaan dan koruptif? Saya yakin tidak. Rakyat hanyalah korban. Baca apa itu agenda tersembunyi di sini untuk jelasnya.

Saya yakin kemenangan pasangan Anies-Sandiaga pada pilkada DKI bukanlah karena kehebatan programnya melainkan karena masalah SARA. Di mesjid-mesjid para pengkhotbah secara marathon menzalimi Basuki T Purnama dengan ayat-ayat Alquran agar tidak dipilih. Ada permainan agama dalam proses pilkada DKI. Ini dikonfirmasi secara tersirat oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman, dalam peringatan ulang tahun ke-19 PKS mengatakan bahwa kemenangan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta adalah bukti bahwa politik tak bisa dipisahkan dari agama.

Sampai detik ini pun sebagian besar rakyat masih percaya bahwa Ahok adalah penista agama terlepas dari tuntutan pihak kejaksaan kepadanya bukanlah kasus penistaan agama. Ahok tidak terbukti menista agama tetapi masih ada saja yang bersikukuh percaya Ahok adalah penista. Mengapa? Pertama karena fanatisme buta, sentimen dan manipulasi atas nama agama dan kedua karena tingkat pendidikan. Ya, tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang. 

Dalam artikel kali ini, saya tidak ada maksud sedikitpun menghina derajat Saksi Yehuwa yang membaca blog ini saya, apalagi membenci Saksi Yehuwa sebagai pribadi karena bahasan saya adalah ajaran Saksi Yehuwa. Saya ingin mencontohkan bahwa kasus-kasus pilkada mirip dengan apa yang terjadi dengan ajaran Saksi Yehuwa. 

Sama seperti pendukung Anies yang tidak sadar dimanipulasi dan dibodohi karena salah satunya faktor tingkat pendidikan. Demikian juga para Saksi Yehuwa tidak menyadari bahwa mereka pun dimanipulasi dan dibodohi oleh badan pimpinan [pemimpin tertinggi] Saksi Yehuwa untuk menjalankan agenda tersembunyinya. Apa itu agenda tersembunyi badan pimpinan, klik  di sini. Salah satu teknik pembodohan badan pimpinan Saksi Yehuwa adalah dengan meminta para anggotanya, Saksi Yehuwa, untuk tidak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Saya sudah bahas di Bahaya Ajaran Menara Pengawal Atas Saksi Yehuwa: Pendidikan yaitu di mana Gerrit Losch, salah seorang badan pimpinan dalam khotbahnya meminta para anggotanya berhenti kuliah secara terang-terangan.

Organisasi tidak mendorong bahkan menghambat anggotanya yang ingin melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi tentunya tidaklah aneh karena pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin kritis pola pikirnya sehingga kemungkinannya untuk mempertanyakan dan mengkritisi ajaran Saksi Yehuwa semakin tinggi. Tentunya bukanlah berarti semua Saksi Yehuwa berpendidikan rendah. Saya bertemu dengan beberapa Saksi yang memiliki pendidikan S1, tetapi memang lebih banyak yang hanya tamatan SMA atau sederajat. 

Bagaimana dan seperti apa organisasi memandang edukasi? Saudara dapat menemukan surat organisasi untuk badan penatua dan pengawas keliling Saksi Yehuwa perihal Pengkajian ulang kualifikasi bagi yang mengejar pendidikan tinggi (Reviewing qualifications of those pursuing higher education) di sini di mana surat tersebut memberikan petunjuk kualifikasi bagi Saksi Yehuwa yang ingin mendapatkan hak melayani di dalam organisasi. Berikut kutipan dan terjembahan bebasnya dari saya:

Baru-baru ini persaudaraan seluas dunia menerima peringatan tepat waktu dari “hamba setia dan bijaksana” berkenaan dengan bahaya mengejar pendidikan tinggi. Dunia setan mengasosiasikan pendidikan tinggi sekuler dengan kesuksesan. Tetapi, umat Yehuwa mengukur kesuksesan dalam hal rohani dan memperlihatkan aspek dari buah-buah roh. Sebagai individu dan sebagai sebuah organisasi, kita “bukan bagian dari dunia,” dan dengan demikian kita memiliki tujuan, nilai, dan aspirasi yang berbeda dari orang-orang di sekitar kita.

Peringatan dari “budak” ini bijaksana dan penting. Mereka yang mengejar pendidikan ekstra di lingkungan duniawi mengekspos diri mereka pada begitu banyak bahaya! Ada bahaya pemaparan terhadap filosofi duniawi dan semangat materialistik dunia, yang mendorong banyak orang untuk mencari pendidikan tinggi dengan biaya apapun. (Kol 2: 8; 1 Timotius 6:20, 21) Sudah menjadi rahasia umum bahwa institusi pendidikan tinggi adalah tempat yang berbahaya dari amoralitas, ajaran agama palsu dan asosiasi buruk. (Amsal 7: 4-27; 1 Korintus 15:33). Kemudian ada unsur waktu. Dua kali Kitab Suci mendesak kita untuk ‘membeli waktu’, menekankan bahwa “hari-hari itu jahat.” (Efesus 5:16; Kolose 4: 5) Hamba-hamba Allah didesak untuk melakukan banyak hal dalam pekerjaan Tuhan. Mengetahui bahwa usaha kita tidaklah sia-sia. (1 Korintus 15:58) Namun, dalam mengejar kualifikasi sekuler di sekolah-sekolah pendidikan tinggi, Saksi-Saksi Muda mengorbankan tahun-tahun semangat muda mereka yang dapat, dan seharusnya, dikhususkan untuk melayani Pencipta Agung mereka secara lebih total. Sayangnya, pengorbanan yang dibuat untuk pendidikan tinggi menghasilkan pergumulan di masa muda kita dalam mempertahankan kerohanian dan terus mengikuti arahan Yesus untuk “mencari kerajaan dahulu”.


Recently the worldwide brotherhood has received timely warnings from “the faithful and discreet slave” regarding the dangers of pursuing higher education. Satan’s world associates advanced secular education with success. However, Jehovah’s people measure success in terms of spirituality and displaying aspects of the fruitage of the spirit. As individuals and as an organization, we are “no part of the world,” and thus we have different goals, values, and aspirations from those around us.―Matt. 24:45; John 17:14.

These warnings from the “slave” are wise and necessary. Those pursuing years of extra education in worldly environments expose themselves to so many dangers! There are the dangers of exposure to worldly philosophies and the world’s materialistic spirit, which is what drives many to seek higher education at any cost. (Col. 2:8; 1 Tim. 6:20, 21) It is common knowledge that institutions of higher learning are dangerous hotbeds of immorality, false religious teachings and bad associations. (Prov. 7:4-27; 1 Cor. 15:33) Then there is the element of time. Twice the Scriptures urge us to ‘buy out the time,’ emphasizing that the “days are wicked.” (Eph. 5:16; Col. 4:5) God’s servants are urged to have plenty to do in the work of the Lord, knowing that our labor is not in vain. (1 Cor. 15:58) However, in pursuit of secular qualifications in schools of higher education young Witnesses may sacrifice years of their youthful vigor which could, and should, have been devoted to serving their Grand Creator more fully. Sadly at times, the sacrifices that are made for higher education result in our youths struggling to maintain their spirituality and to keep following Jesus’ direction to “seek first the kingdom.”—1 Tim. 4:15, 16; 1 Cor. 2:12; Eph. 2:1, 2; Eccl. 12:1; Matt. 6:33. 
Saya ingin pembaca memperhatikan seluruh ayat-ayat Alkitab yang digunakan sebagai pembenaran organisasi. Pertama, tidak ada satu pun ayat-ayat tersebut yang berhubungan dengan pendidikan tinggi atau beroleh pendidikan tinggi adalah salah. Semuanya hanyalah tafsiran akal-akalan organisasi dengan maksud tersembunyinya yaitu memperbudak sejak dini semua Saksi Yehuwa terutama yang muda-muda untuk memperbesar bisnisnya [percetakan dan sumbangan suka rela, baca di sini] dan mencari anggota baru. Semakin anggota fokus bekerja bagi kepentingan organisasi , apalagi sejak sejak muda semakin bagus. Organisasi dengan tega mengorbankan masa depan para anggotanya yang masih muda untuk maksud tujuannya.

Kedua, Musa beroleh pendidikan tinggi Mesir, penulis Alkitab yaitu Lukas (tabib, dokter) dan Paulus memiliki pendidikan tinggi. Jika memang Alkitab memandang negatif pendidikan, mengapa Allah menggunakan Musa? Paulus menulis tulisan-tulisan kudus yang paling banyak dari antara para rasul lainnya. Jika memang Alkitab tidak menganjurkan pendidikan tinggi mengapa malah Paulus beroleh hak khusus untuk menulis lebih banyak surat dibandingkan rasul lainnya? Mungkinkah karena Paulus berpendidikan lebih tinggi dari lainnya maka ia beroleh anugerah khusus untuk menulis surat lebih banyak daripada lainnya?


Ketiga, hal yang sungguh ironis dan menyedihkan bagi Saksi Yehuwa yang mentaati anjuran organisasi yaitu jika organisasi memandang negatif pendidikan dan meminta anggotanya berhenti kuliah maka seharusnya organisasi berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak bagi anggotanya. Faktanya tidak. Semua melayani tidak dibayar dan meskipun dapat kompensasi upahnya sangatlah minim; tidak bisa diandalkan untuk menghidupi diri sendiri ataupun keluarga. Jadi ketika Saksi Yehuwa mentaati anjuran organisasi yang rugi dan menjadi korban adalah Saksi Yehuwa sendiri. 

Ke-4, renungkan hal ini; untuk beroleh kehidupan yang layak, misalnya rumah dibutuhkan uang yang besar. Untuk beroleh uang yang besar, jika ia bukan pengusaha maka ia harus memiliki pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi pendidikan semakin baik. Bagaimana seorang Saksi Yehuwa akan beroleh hidup yang layak jika ia tidak memiliki pendidikan yang mendukungnya? 

Oleh sebab itu, janganlah kita mau menjadi korban kultus. Saya sangat menganjurkan bagi orang-orang Kristen yang membaca blog ini untuk menyebar-luaskan blog ini kepada saudara-saudara seiman agar mereka terhindar dari kelompok kultus yang berkedok agama Kristen. Ingat edukasi penting. Pepatah mengatakan knowledge is power. Organisasi Saksi Yehuwa sengaja meminta anggotanya berhenti kuliah agar para anggotanya tidak memiliki pengetahuan; terutama pola pikir kritis dalam mengevaluasi dan mengkaji ajaran Saksi Yehuwa yang bisa membongkar topeng asli organisasi. 

Untuk mengetahui siapa dan apa di balik organisasi dan ajaran Saksi Yehuwa, silahkan klik Membongkar Inti Agama Saksi Yehuwa: Kristen Sejati, Sesat atau Kultus? dan buktinya sendiri apakah organisasi Saksi Yehuwa sebuah gerakan Kristen sejati ataukah grup kultus berkedok agama Kristen berdasarkan publikasi dan praktek yang diterapkan dan diajarkan di dalam organisasi tersebut.

Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. (Yakobus 3:17)

6 comments :

  1. Masak ayat diframe (dibingkai) spy sesuai dg opini Gerrit Losch.

    AS

    ReplyDelete
  2. Studi kasus, setumpuk majalah sedarlah! Tidak membuat pembacanya jd pintar, gagal mengedukasi, meskipun tema nya sekuler.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  3. Ingat Gerrit losch, ingat pembuatan perumpamaan yg sewenang-wenang.

    Pertama: fakta bhw dunia pasti kiamat
    Kedua: ditransfer mjd sebuah perumpamaan
    Ketiga: perumpamaannya tdk sah

    Masak dunia sdh pasti kiamat ditransfer mjd perusahaan yg mau bangkrut pasang iklan lowongan kerja. Tdk sah krn perusahaan hampir bangkrut sdh tdk terima karyawan baru, yg ada malah phk masal

    Benar2 ndeso dan jaka sembung bawa golok.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  4. Sedarlah!, adl contoh majalah yg penerjemahnya software komputer.

    Jadi ingat pd TDB yg penerjemahnya juga software komputer kmd dirapikan, disisir bagian doktrin.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  5. Jenis edukasi yg dipakai jw.org: bagaimana mengatasi anak kecil yg tdk sengaja memecahkan vas bunga dari atas meja, terus berbohong.

    Hahaha....itu sih rasanya nggak perlu dicetak banyak2.
    Lagian itu edukasi lawas jaman 1960an dimana anak berbuat salah disabet betisnya dg rotan.

    Edukasi norak ketinggalan jaman.....wkwkwk.

    Salam
    AS

    ReplyDelete
  6. Saksi diedukasi agar tdk mendebat penatua dg gambar seorang guru umur 50an menyerahkan kapur tulis ke seorang murid SD dgn caption layakkah seorang murid mengajar?

    Ya jelas murid SD nggak bisa menggantikan sang guru untuk mata pelajaran resmi semacam itu. Tapi ini kan beda. Iman kan bukan pelajaran sekolah. Alkitab kan bukan pelajaran sekolah, dan materi ajaran mp mletot dimana-mana.

    Salam
    AS

    ReplyDelete

Tolong SEBUTKAN Nama Atau Initial Anda saat memberi komentar agar memudahkan Mitra diskusi Anda mengidentifikasikan Anda.

Non Kristiani, mohon tidak memberi komentar.

Jika Anda ingin komentar, silahkan klik DI SINI DULU

.